Feature Human Interest

Ulfa Rimavitasari
0902055097 

Awalnya Nakal, Kini Jadi Ustazah

Perempuan penghafal kitab suci. Beliau tak hanya menyimpan ayat-ayat Al- Quran dalam kepala, melainkan juga dalam hati. Beliau adalah seorang hafizah, perempuan-perempuan penghafal Al- Quran. Di kaltim para hafizah masih sangat jarang.
Nur Khairiah bersyukur memiliki orang tua yang tegas mendidiknya. Sampai akhirnya perempuan yang berusia 23 tahun ini menjadi penghafal Al- Quran. (hafizah) dan ustazah di Pondok Pesantren (Ponpes) Harun Nafsi, Samarinda. “ Kenapa saya bisa hafal Al- Quran, sebenarnya karena paksaan orang tua” katanya sambil tertawa. Kemudian ujar perempuan yang sebelumnya tinggal di jalan Sultan Alimudin ini, mulai menceritakan masa lalunya hingga menjadi seorang hafizah.
Khairiah mengaku saat dibangku SMP termasuk anak yang nakal. Meski tak sampai mengkonsumsi narkoba, beliau mengaku suka merokok bersama teman-teman sekolahnya. “ satu batang rokok dihisap bergantian dengan teman-teman. Kalau sampai satu rokok sendirian enggak pernah” jelas alumnus SMP 9 ini. Anak pertama dari tiga bersaudara ini pun membuat orangtuanya resah. Orangtuanya kemuian memutuskan menitipkan hairiah di ponpes Darul Lughoh Waddakwah ,Bangil,pasuruan, Jawa Timur setelah lulus SMP pada 2005. Beliau bersikeras tidak mau. Tetapi orangtuanya semakin keras memaksa. Sebagai bentuk ketegasan, orangtuanya mengirimkan baju-bajunya ke ponpes terlabih dahulu, sementara Khairiah masih di Samarinda dan terus dipaksa. Khairiah pun akhirnya mau berangkat “menyusul” pakaiannya di ponpes itu. Saat masuk ponpes, ia sama sekali belum bisa membaca Al- Quran. Bahkan Surah Al Fatihah saja ia tidak hafal. Saat di ponpes inilah Khairiah mulai belajar mengaji. Karena di paksa, perempuan berkulit utih ini menjadi tak betah tinggal di ponpes. Ia yang biasanya bebas pergi kemanapun, menjadi merasa terkurung. Karena tak ada ongkos pulang, mau tak mau Khairiah terus bertahan di ponpes itu. Ia harus mengikuti beragam kegiatan di ponpes yang manajemennya sangatlah tegas, tak memperbolehkan santri keluar dari ponpes dengan alasan yang tak jelas. “Hanya boleh keluar jika sudah menjadi ustazah, menikah atau mondok ditempat lain” terangnya. Khairiah berahan hingga 3 tahun, namun hasratnya untuk keluar dari ponpes tetap saja muncul.
Suatu hari Khairiah dikirimi uang untuk pulang ke Samarinda. Orangtuanya bermaksud ingin melepas kangen karna sudah 3 tahun tak berjimpa. Tapi bagi Khairiah ini kesempatan untuk keluar dari ponpes. Sampai di Samarinda, khairiah menyampaikan pesan kepada orangtuanya bahwa ia tak sekedar pulang tapi berhenti mondok. Sang orangtua pun sangat kaget. Beberapa bulan bersama orangtuanya Khairiah tak melanjutkan pendidikan,juga tak bekerja. Kemuian orangtuanya berkata “ Sudah kamu kamu masuk pondok pesantren aja lagi, dari pada Cuma dirumah!”. Tak ada jalan lain, Khairiah pun mengikuti saran orangtuanya tapi bukan di jawa melainkan ponpes di samarind agar bisa tetap dekat dengan orangtuanya. Khairiah memilih pondok pesantren Harun Nafsi, Samarinda Seberang.
Karena fokus kegiatan pesantren ini memang megharuskan santrinya manghafal Al- Quran, Khairiah pun mulai menghafal kitab suci ini. Waktu itu tahun 2008, Khairiah masih berumur 19 tahun. Menghafal Al- Quran, katanya seperti memiliki beban tersendiri. “Enggak ploong kalo belum khatam belajar menghafal Al- Quran. Sudah khatam juga harus terus mengulang agar tidak lupa”. Kini beliau telah hafal 30 juz. Tentang gelar hafidzah 30juz, ia tak mau disebut benar-benar hafal 30juz. Karena, yang namanya benar-benar hafal 30juz itu tidak ada. “Kita hafal hari ini, belum tentu besok masih ingat” tegasnya. Sekarang Khairiah menjadi ustazah muda di ponpes Harun Nafsi. Di ponpes ini ia mendapat pasangan hidup yang menjadi panutan sekaligus pembimbingnya yaitu M.Arsyad yang merupakan ustazd di ponpes itu dan tinggal di sekitar lngkungan ponpes.
Menurut Khairiah, istiQomah merupakan kunci dari perubahan hidupnya saat ini. “Saya enggak tau jadi apa kalau dulu nggak dipaksa orang tua,” jelasnya. IstiQomah adalah menemuh jalan yang lurus dan benar  dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. istiQomah mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan kepada Allah SWT lahir dan batin serta menjauhi larangan_Nya.
Sekian , Terima kasih.. ^_^

 


Arum Akminanti
0902055099 

Perjuangan Hidup Sang Penyadap Karet Desa Jiwa Baru Kecamatan Lubay Kabupaten Muara Etam

            Pohon karet  merupakan salah satu kekayaan alam yang terhampar luas di tanah air bagi sebagian masyarakat di Desa Jiwa Baru Kecamatan Lubay Kabupaten Muara Etam Palembang. Pepohonan karet sudah seperti curahan rejeki, baik untuk sang pemilik maupun sekedar buruhnya. Begitu pula dengan Hamidi, pria berusia 42 tahun yang menggantungkan hidup keluarganya dari pohon karet. Meski memiliki kebun karetnya sendiri kehidupan Hamidi tidaklah seberuntung pemilik kebun karet lainnya.
Setiap hari Hamidi berjalan sejauh dua kilometer untuk mencapai kebun karetnya  bersama sang anak bernama Junaidi, ia selalu berharap kebun karetnya menghasilkan getah yang cukup untuk dijual. Kebun karetnya memang tidak luas dan juga banyak ditumbuhi tanaman belukar yang menganggu pekerjaannya menyadap getah karet. Pohon karet miliknya itu ditumbuhi oleh pepohonan yang tua pula sehingga getah yang dihasilkan hanya sedikit saja.
Kondisi tubuhnya yang didera penyakit inilah yang membuat Hamidi tidak dapat merawat kebun yang ia miliki. Penyakit kidapan yang ia derita terasa semakin parah dan membuatnya sulit bergerak utamanya ketika dalam kondisi yang sangat lelah. Pohon karet biasanya dapat menghasilkan getah hingga pohon itu berusia 25 tahun, bahkan usia produktif itu bisa semakin lama jika dirawat dengan baik. Hal tersebut disadari olehnya, namun kondisi ekonomi yang mepet membuatnya tidak mampu membeli sekedar pupuk bagi penyubur kebun karetnya.“Untuk membeli pupuk itu saya tidak mampu karena penghasilan saya kurang jadi dibiarkan, Allah yang mengasih rejeki sebanyak apa yang dikasihNya saya terima” ucap Hamidi.
            Hanya sebuah parang berukuran sedang yang dibutuhkan Hamidi untuk bekerja yang digunakan untuk membuat dan membentuk wadah jatuhan getah dari bambu. Semakin besar batang bambu yang ia gunakan maka akan semakin banyak pula getah yang ia dapatkan. Namun, tentu ia harus berhati-hati karena bisa saja serat bambu yang tajam melukai tangannya. Seharusnya untuk menghasilkan banyak getah karet pohon-pohon harus diisi dengan wadah jatuhan. Namun, amat disayangkan sekali ia tidak sanggup memasang wadah jatuhan setiap pohon yang ia miliki. Hal ini dikarenakan tubuhnya tidak boleh terlalu lelah karena penyakit yang ia derita dapat membuat tubuhnya gemetaran.
Sebelum wadah jatuhan dipasang, Hamidi harus menyayat kulit pohon karet, ia juga harus jeli mencari pohon karet yang masih produktif karena pohon karet miliknya rata-rata sudah berusia tua. Setelah semua wadah jatuhan terpasang, Hamidi hanya bisa berharap banyak getah yang mengucur dari pohonnya. Dalam hal menyadap karet, kondisi cuaca turut pula mempengaruhi hasil sadapan karet. Hujan merupakan musuh terbesar baginya, jika hujan datang getah karet akan tumpah pada jalur sayatan yang sudah dibuat.
Hujan juga bisa merusak zat-zat karet sehingga tidak dapat digunakan. Biasanya Hamidi bisa mengumpulkan 20 kilogram dalam dua minggu, namun hal ini jarang terjadi  karena banyak pohon karetnya yang tak lagi produktif. “Kalau keseluruhan dua minggu itu, itu dua puluh kilogram karena getah ini pasang surut istilahnya, kadang kering kadang banyak isinya apalagi musim kemarau ini kurang getahnya, kalau musim penghujan nyampai dua puluh” kata bapak dengan tiga orang anak ini.
Tidak hanya cuaca saja yang menjadi hambatan, binatang buas pun kerap menjadi ancaman saat Hamidi sedang bekerja. Di kebun tak terawat itu, selain ular babi hutan pun sering ditemui Hamidi. Binatang Bergigi tajam ini bisa saja sewaktu-waktu menyerang dirinya. “Ya mana bisa takut, pasrah saja sama yang kuasa apa boleh buat kalau misalnya digigit saya pasrah kan sajalah” ucap Hamidi penuh dengan kepasrahan.
 Sebagai petani karet yang modalnya pas-pasan seringkali benaknya dipenuhi tanya bagaimana kelak nasib istri dan anaknya bila kebun ini tidak lagi menghasilkan getah. Hasil getah karet yang ia kumpulkan hanya sepuluh kilogram saja itupun dalam kondisi yang kotor. Kebersihan karet sangatlah penting karena harga karet akan jatuh apabila telah kotor oleh tanah.
Hamidi hanya dapat menaruh harapan kepada para pengepul untuk membeli getah karetnya sebagai hasil kerja keras dalam menyadap pepohonan karet miliknya tersebut.  Sayang, karena kondisi getahnya yang telah kotor banyak pengepul yang menolak balamnya. Hal seperti ini bukanlah sekali dua kali terjadi, seringkali bahkan ia tidak ada uang sedikitpun untuk memberi makan istri dan ketiga anaknya. Beruntung terkadang ada juga  yang bersedia menerima balam kotor miliknya namun terjual hanya seharga sepuluh ribu per kilogram. Keadaan ini tentu berbeda ketika balam yang ada dalam kondisi yang bersih. Balam yang bersih dapat terjual seharga tujuh belas ribu per kilogramnya. 
Meski terjual murah paling tidak Hamidi mendapatkan sedikit uang untuk menghidupi keluarganya selama dua minggu ke depan. Seringkali uang perolehannya tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Namun, Hamidi tidak mau bergantung dari getah karet saja karena ia tahu penghasilan dari menyadap karet tidaklah bersifat tetap. Seringkali ia terpaksa pergi memancing untuk sekedar mencari lauk tambahan jika ikan yang diperoleh banyak ia akan menjualnya.“Mancing itu sebenarnya kadang-kadang untuk dijual kadang itu dapat satu kilo setengah kilo dijual sama orang-orang paling dapat dua ribu lima ratus”ujar penyadap karet asal Palembang ini.
Penghasilan Hamidi dari menyadap getah karet memang tak banyak, harga karet yang sedang melambungpun seakan tak ada artinya lantaran jumlah getah yang ia kumpulkan seringkali tak banyak akibat pohon miliknya sudah tua dan tidak produktif. Untuk menghemat pengeluaran ia selalu menunggu bekal dari sang istri. Masakan dari rumah inilah yang akan mengganjal perut laparnya terlebih saat menjalankan puasa seharian, seringkali karena bekerja hingga senja datang, Hamidi menyantap bekal buatan sang istri tercinta saat maghrib tiba.
Menyadap karet bukan pekerjaan yang ringan bagi wanita, Juariah sang istri seringkali menggantikan Hamidi menyadap karet karena paham dengan kondisi sang suami yang sering sakit-sakitan bila terlalu lelah, karena ia khawatir Hamidi yang sering sakit-sakitan bila terlalu lelah, penyakit yang didera suaminya tersebut akan kambuh lagi.
Penyakit gemetaran yang diidap Hamidi ini ia derita sejak kecil entah sebab apa setiap kali badannya terlalu lelah bekerja berat ia akan gemetaran dan lemas.“Ya saya suka sekali kalau membantu kalau tidak dibantu ya bapak itu sering sakit-sakitan, ya kalau orang sakit kan pekerjaan tidak bisa selesai” ujar istri penyadap karet di Desa Jiwa Baru ini.
Rumah panggung sederhana milik Hamidi ini hanya mengandalkan sinar matahari sebagai penerangan saat pagi hingga petang hari. Sinar mentari tersebut sangatlah berharga bagi Junaidi karena di rumahnya tak ada penerangan listrik yang cukup, bahkan seringkali ia mengerjakan tugas sekolahnya di kebun karet bersama sang ayah.
Keadaan sulit yang dihadapi sang ayah seakan dipahami oleh Junaidi. Seringkali ia ingin membantu orangtuanya menyadap karet, namun karena masih berusia sepuluh tahun ia hanya bisa menemani ayahnya bekerja. Junaidi tau ia punya tugas penting ddalam keluarganya yakni belajar. Junaidi termasuk anak berprestasi di sekolah ia selalu mendapatkan peringkat sepuluh besar di kelasnya.       
            Hidup serba susah yang dialami saat ini tak membuat bocah kecil ini tertekan, ia ingin mencapai cita-citanya yang tinggi. “Jun ingin sekolah yang tinggi, Jun kalau besar mau menjadi doktter biar duitnya banyak, Jun enggak susah lagi kaya sekarang” ujar Junaidi. Di rumah panggung khas Palembang inilah Hamidi tinggal bersama istri dan ketiga anaknya.
Rumah yang sudah mulai rapuh ini didiami selain oleh Hamidi beserta istri dan ketiga anaknya juga menampung Ibunda dari Hamidi yang bernama Zoimah, wanita berusia tujuh puluh empat tahun yang juga terkadang jatuh sakit. “Pernah bapak sakit mau berobat tidak ada uang, mertua sakit mau berobat tidak ada uang, mau beli beras tidak ada uang, mau cari sana sini enggak dapat pinjaman” ungkap istri Hamidi.  Setitik harapan keluarga ini semoga si sulung Junaidi bisa menjalankan hidupnya dengan lebih baik agar suatu hari nanti bisa mewujudkan cita-citanya dengan segala kondisi yang terbatas.


Rapika Wulandari
0902055100 

Berjuang Demi Keluarga dan Sesuap Nasi

            Mungkin sebagian dari kita tidak menyadari kerasnya kehidupan di jalanan sebagai penjual Koran di lampu merah , yang memulai harinya saat pagi hingga malam hari sebagai anak jalanan penjual Koran.
            Adalah Yusuf ( 8 tahun ) dan habibi ( 15 tahun ). Mereka bukannya kawan satu sekolah , namun keduanya ini adalah penjaja Koran yang selalu mangkal di simpang empat lembuswana kota samarinda.
            Keduanya tampak lusuh , pakaian yang mereka kenakan pun terlihat seadanya. Seperti Yusuf yang pada hari itu hanya mengenakan kaos oblong yang robek di sekitar pundaknya , celana yang sudah tidak jelas warnanya juga dengan sepasang sandal jepit dan terkadang bahkan tidak mengenakan alas kaki. Keringat bercampur debu – debu jalanan yang menempel membuat wajahnya tampak semakin hitam kecoklatan seperti gambaran keprihatinan dan penderitaan hidupnya.
            Kondisi ini tak jauh berbeda dengan rekan se profesinya habibi , dia juga tak kalah lusuhnya dengan beberapa eksemplar Koran harian pagi di tangan mereka.
            Orang tua mereka hanyalah pencari kardus di daerah pergudangan sungai kunjang. Jelas tidak mencukupi kebutuhan mereka untuk bersekolah.
            Harapan sekolah memang tak pantas pudar , namun kerasnya kehidupan dan kerasnya tembok kemiskinan kembali menjadi penghalang cita – cita mereka.
            Andai saja pemerinrag mau member sedikit kekayaan mereka untuk anak – anak jalanan ini mereka pasti sangat bahagia. Persoalan bukan hanya pada kemiskinan tetapi pada kepedulian pemerintah tentang hak – hak anak Indonesia , calon penerus bangsa.

 


Fitri Yaningtyas
0902055102 

Supatmi Pedagang Nasi Kuning Berjuang Pantang Menyerah dan Tak Mengenal Lelah Demi Mewujudkan Cita-Cita Tingginya

Sosok seorang ibu berusia 50 tahun ini mempunyai cita-cita tinggi untuk mendidik kedua anaknya. Kehidupan yang pas-pas’an serba berkecukupan tidak membuat perempuan paruh baya yang berprofesi sebagai penjual “Nasi kuning” ini lupa akan pentingnya sebuah pendidikan. Supatmi, begitu sapaan dari para tetangga dan pelanggannya. Walau hanya tamat Sekolah Dasar (SD) tak menutup pikirannya untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari dirinya.
Dengan keinginan dan usaha yang keras demi melihat anak-anaknya tumbuh dan mendapatkan pendidikan yang layak agar dapat menunjang pekerjaannya kelak adalah harapan besar Supatmi untuk mewujudkan cita-cita mulianya.
Sedikit demi sedikit uang yang diperoleh dari berdagang nasi kuning tersebut dikumpulkannya. Dari uang itulah Supatmi dapat membiayai sekolah kedua anaknya hingga ke Perguruan Tinggi ternama di Samarinda. Kesadaran akan pentingnya sebuah pendidikan membuat Supatmi banting tulang tanpa mengenal lelah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan kedua anaknya.
Dengan berperan ganda menjadi seorang ibu serta kepala keluarga memang dirasakan sangat berat bagi Supatmi karena harus memenuhi kebutuhan keluarga seorang diri tanpa hadirnya seorang suami. Sejak 2 tahun lalu Supatmi harus banting tulang seorang diri sebab suaminya telah meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Namun, Supatmi perempuan yang lahir di Blitar tersebut tidak patah semangat, banyak tetangga-tetangganya yang mencibir keinginan kerasnya untuk terus menyekolahkan kedua putra putrinya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Kesulitan yang dialami Supatmi harus ia tanggung seorang diri, biaya perkuliahan yang saat ini semakin tinggi membuat Supatmi sesekali hutang ke tetangga atau kerabat lainnya untuk membayar biaya kuliah kedua anaknya.
Sebuah perjuangan besar yang terbayar mahal oleh keberhasilan anak pertamanya yang telah berhasil menyandang gelar Sarjana (Strata 1) pada Tahun 2008. Harapan dan juga cita-cita Supatmi belum berakhir karena ia harus berjuang untuk membiayai perkulihan anak keduanya yang masih kuliah semester VI di Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman.
Kesuksesan dari sebuah perjuangan besar tanpa mengenal lelah, yang hanya berjualan “Nasi Kuning” mampu mewujudkan cita –cita mulia seorang Ibu.

 


Siti Juleha
0902055109 

Semangat dan Mimpi Si Loper Koran

            Seperti biasanya tepat pukul 04.00 pagi, ia terbangun untuk menantang dan melawan keras kehidupan untuk mencapai semua mimpinya. Sendi, lelaki kecil kelahiran Cirebon, Jawa Barat yang merantau ke Jakarta. Usianya kisaran 14 tahun, menjalani profesi sebagai loper koran.
            Setiap pagi selalu dengan tergesa-gesa ia mandi dan menunaikan shalat subuh, setelah selesai ia mengambil sepeda using kesayangannya sebagai transportasi untuk mengantarkan Koran ke setiap rumah pelanggan. Sendi mengayuh sepeda menuju agent surat kabar. Setibanya di agent surat kabar, ia mengambil jatah korannya di pojokan tembok yang sudah disiapkan oleh bos dari agent koran tersebut.
            Sendi menyusun rapi koran-korannya, sehingga hamper menutupi seluruh bagian sepedanya hingga tak terlihat begitu banyak berita hangat yang dibawanya. Sendi mengendarai sepeda dengan kecepatan tinggi, ia mulai mendatangi satu demi satu pintu pelanggannya dan melempar surat kabar sesuai pesanan pelanggan.
            Biasanya setiap tanggal 1 awal bulan, Sendi menagih uang Koran ke setiap langganannya, begitulah cara ia mengais rezeki dan membiayai pendidikannya. Setiap jam 07.15 ia mengakhiri tugasnya sebagai loper koran dan ia bergegas mengganti pakaiannya dengan pakaian seragam sekolah. Setibanya di sekolah ia bergegas masuk kelas dan mengikuti proses belajar mengajar di sekolahnya.
            Sendi tercatat sebagai pelajar SLTP Negeri 1 Kosambi, Tangerang. Ia adalah salah satu pelajar yang cerdas, aktif, cekatan, terampil, kritis dan berprestasi. Banyak penghargaan yang ia dapat. Dalam benaknya, Sendi terus bermimpi merekonstruksi hidup menjadi jantung, pondasi, sekaligus pilar penopang dan berdaya guna untuk Negara dan Bangsa, serta menjadi salah satu dari 10 pemuda yang membara cintanya kepada tanah air, permintaan dari sebuah petikan puisi Alm. Pak Soekarno, mantan presiden RI yang menjadi inspirasi dan memotivasi hidupnya.
            Sungguh luar biasa semangat dan mimpi Sendi, loper koran sekaligus pelajar. Inilah salah satu potret anak bangsa yang dimiliki Negara Indonesia. Semoga di massa depan mimpinya akan terwujud. Amin.



Abdul Majid
0902055110 

Penjual Kue Yang Perkasa

            Terdengar suara nyaring dari arah utara kompleks perumahan Gang Beringin. “Kue... kue... k ue... “ begitu terdengar suara teriakkan Bibi Lis, begitu biasa ia dipanggil, hampir setiap pagi. Tangannya yang sedikit berkerut menyangga tampah di atas kepalanya agar tidak terjatuh.
            Dengan ramah ia melayani para pembelinya, meskipun peluh keringat mengalir deras membasahi wajahnya. Ia menjalani pekerjaan tersebut demi memenuhi kebutuhan hidupnya, ketiga anaknya beserta seorang ayah kandungnya, demikian diungkapkan oleh perempuan kelahiran Bandar Lampung, 2 Oktober 1973 ini dengan wajah berseri.
            Meskipun menjadi tulang punggung keluarga, namun ia tidak pernah mengabaikan kewajibannya sebagai ibu untuk merawat ketiga buah hatinya. Ia selalu menyiapkan sarapan pagi sebelum anaknya berangkat menuntut ilmu. Setiap pagi ia harus bangun lebih awal untuk mempersiapkan barang dagangannya. Ia juga tetap meluangkan waktunya untuk mendidik anaknya, meskipun mereka sudah beranjak dewasa. “Suami saya, telah perghi meninggalkan kami beberapa tahun lalu”, katanya dengan mata memerah menahan tangis.
            Ibu penjajal kue ini tidak memiliki keahlian khusus dalam hidupnyam ia hanya bersekolah hingga pendidikan dasar yaitu SD. Pendidikan yang ia tempuh itupun tidak hingga selesai ia jalankan. Untuk itu, ia hanya mengandalkan penghasilannya dari menjual kue tanpa ada pekerjaan sampingan yang ia lakukan, Meskipun keuntungannya tidak terlalu banyak hanya sekitar Rp 25.000,- per hari. Itupun tergantung banyaknya kue yang berhasil ia jajakan. Terkadang, keuntungan yang ia raih kurang dari Rp 25.000,-. Keuntungan tersebut digunakan untuk membiayai ketiga anaknya yang bersekolah, dua putri tercintanya masih menduduki bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan satu putranya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
            “Ingin putra dan putri saya dapat melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi lagi, yaitu SMA atau bahkan saya berharap agar kehidupan buah hati saya lebih baik dari kehidupan yang saya miliki” kata Ibu yang bertempat tinggal di Jalan Pangeran Antasari, Samarinda itu.  Sepenggal harapan tulus tersebut merupakan mimpi terindah bagi Ibu penjual kue yang menggunakan kerudung itu. Meskipun kehidupannya berat, namun ia tetap bersemangat demi putra-putri tercintanya.  Ia pun selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa karena walaupun hasil jualannya tidak mendapatkan keuntungan yang berlebih tetapi ia bisa memenuhi kebutuhan hidup dan biaya-biaya sekolah anaknya.
            Empat tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi Bibi Lis untuk berjualan kue keliling. Karena sejak tahu 2006 hingga saat ini Ibu yang memiliki  tiga anak itu masih tetap menjalankan profesi kesehariannya. Kini harapannya hanya bergantung pada ketiga anaknya, untuk dapat mengubah kehidupan keluarga Ibu Lis agar dapat menjadi lebih baik lagi. Meskipun untuk saat ini ketiga anaknya masih belum bisa melakukan harapan Ibunya tersebut. Semoga apa yang diharapkan oleh Ibu Lis dapat tercapai.  

 


M. Rizqi
0902055114 

Es Dawet Harapan Hidup

Berjuang hingga darah penghabisan, mungkin kata-kata itu cocok untuk Munaji yang berjualan es dawet keliling demi menghidupi anak dan istrinya. Munaji (43), bapak dari 3 anak ini salah satu penjual es dawet di sekitar jalan M.Yamin. Munaji berasal dari Jepara. Dia memilih berjualan di Samarinda karena menurutnya di Samarinda keuntungan yang dia dapatkan lebih banyak sehingga cukup untuk menghidupi 3 anaknya yang saat ini masih sekolah SD dan SMP. Awalnya, Munaji bingung mencari bidang usaha yang ia tekuni. Pilihannya pun jatuh pada es dawet, karena saat itu ia menerima ajakan temannya yang sudah lebih lama menggeluti di bidang tersebut. Walaupun penghasilan yang ia dapatkan dari menjual es dawet tidak terlalu banyak ia yakin dapat menghidupi anak dan istrinya yang menanti. Munaji mulai bekerja sejak pukul 09.00 s/d sore pukul 18.00 ia memperoleh penghasilan sebanyak Rp. 250.000,- akan tetapi kadang ia berjualan sampai malam, penghasilan yang ia dapatkan bila berjualan sampai malam bisa mencapai Rp. 450.000,-. Munaji harus pintar-pintar membagi penghasilan, saat ditanya apakah uang segitu cukup pak? ya besar pasak dari pada tiang katanya sambil membasuh mukanyanya yang kusam” Dia juga mengatakan bahwa ia harus pintar-pintar membagi uang karena ia harus menanggung uang makannya sehari-hari, terus biaya untuk kos yang harus ia bayarkan sebanyak Rp. 350.000,- per bulan, belum untuk pulang ke kampung halaman dan memberi nafkah kepada anak istrinya. Sukiman juga salah satu teman yang juga berjualan es dawet,  menurutnya Munaji orangnya baik dan ringan tangan terhadap sesama. Dia mengaku bahwa hubungan mereka sesama penjual es dawet sangat terjaga “ Ya sama-sama rekan kerja kalau ada apa-apa ya di bantu, ujar Sukiman dengan senyum simpulnya. Munaji mengaku sangat senang berjualan di wilayah M.Yamin, selain pembelinya yang banyak, orangnya juga ramah-ramah, dia juga menemukan pengalaman yang berwarna-warni dan walaupun tidak di kampungnya sendiri ia dapat bermasyarakat dengan baik, sehingga ia tetap semangat mencari nafkah demi menghidupi anak istrinya

 


Budi Setiawan
0902055120 

PAHLAWAN KEBERSIHAN YANG DIABAIKAN

            Tulisan ini bercerita tentang kehidupan petugas kebersihan jalan raya yang sering bertaruh keselamatan demi menjalankan tugas mereka sebagai pembersih jalan.,
Matahari pun belum muncul ketika ibu tina seorang petugas kebersihan yang sehari – harinya bekerja untuk menyapu jalan – jalan raya yang ada di kota samarinda, dengan membawa sapu lidi panjang dan sekop serta perlengkapan seperti masker untuk melindungi dia dari debu serta topi bundar yang terbuat dari anyaman untuk melindunginya dari panas terik matahari. Ibu tina beserta rekan – rekan sesame profesinya berangkat kerja dengan menumpang truk dinas kebersihan yang sudah disiapkan untuk mengantar mereka ke lokasi kerja mereka, mereka di sebar di berbagai jalan yang ada di kota samarinda,
            Masing – masing petugas penyapu jalan mempunyai tugas untuk membersihkan jalan dari sampah dan pasir yang ada di jalan raya, terkadang berbagai resiko dan perlakuan buruk para pengguna jalan pun mereka terima, banyak pengguna jalan yang berkendara secara sembarangan dan menabrak petugas kebersihan ini, ada juga yang menganggap pekerjaan mereka ini mengganggu Karena mengakibatkan debu beterbangan di jalan raya , seharusnya sikap – sikap seperti itu tidak perlu dilakukan karena tanpa mereka apa jadinya jalan – jalan yang ada di samarinda dan seharusnya pemerintah juga lebih memperhatikan kesejahteraan mereka Karen bisa dikatakan mereka lah pahlawan kebersihan di kota ini.


Fuad Abbas Saleh P
0902055122 

Rahmad K. Satpam yang tegas, namuntak beringas

Menjadi satpam mungkin tak perah terlintas sedikitpun dalam diri Rahmad ketika masa kecilnya dulu “Saya dulu tak mempunyai banyak harapan, bahkan berfikir untuk menjadi satpam” ujar pria lajang yang ditemui disela-sela kesibukannya memeriksa kendaraan yang hendak keluar area parkir.
Dibalik tubuh kekar dan pentungan yang selalu akrab terlihat melekat pada dirinya, ternyata satpam yang lahir di Kasihan Bantul ini mempunyai didikasih yang kuat dalam pekerjaannya.  

“Mengabdi untuk Muhamadiyah adalah gairah tersendiri” tegas pria yang lahir 31 yang silam itu. Sebelum bekerja menjadi satpam Rahmad begitu akrab panggilannya sempat mencicipi berbagai pekerjaan. Setelah lulus dari SLTA dia sempat bekerja menjadi teknisi disebuah perusahaan yang bergerak di Perindustrian, namun tak lama Rahmad keluar dan memilih masuk di Perusahan jasa pengiriman, pekerjaan itu pun masih belum cocok dengan dirinya. Akhirnya ajakan temannya membawa Rahmad mengikuti pelatihan satpam di Mako Brimob Polda DIY.
Setelah lulus dari diklat satpam tak lantas pekerjaan datang begitu saja. Rahmad mengirim 20 surat lamaran pekerjaan ke berbagai instansi atau perusahan, dan hanya satu panggilan. Setelah diterima dan berkerja sebagai satpam di UMY selama 3 tahun. Akhirnya Rammad mengundurkan diri karena faktor kenyamanan.
Bulan Desember 2009 Rahmad melamar pekerjaan di UAD, setelah melalui tahap seleksi akhirnya Rahmad diterima menjadi satpam kontrak di UAD. Walaupun begitu Rahmad mengaku nyaman bekerja di UAD “lingkungan yang kondusif dan bias berkumpul dengan orang-orang berintelektual tinggi bisa mempengarui diri saya” tandasnya ketika dimintai alasan  kenapa betah bekerja di UAD.
Pria yang gemar merawat burung merpati latih itu mempunyai perjalanan terjal semenjak masih kecil, kehidupan yang serbah apa adanya membuat Rahmad harus bisa pandai-pandai membiayai sekolahnya, “Sudah lulus SMA saja sudah Almahdulillah” ujarnya. Rahmad dilahirkan dari keluarga biasa mempunyai 6 saudara, bahkan untuk mencukupi biaya sekolahnya Rahmad harus menggembala dua ekor kambing setiap pulang sekolah. Saat itulah Rahmad benar-benar merasa kehidupan yang sangat berat dan sulit, namun berkat keinginannya yang keras untuk bisa selesai SMA akhirnya menghantarkan dirinya seperti sekarang menjadi satpam di perguruan tinggi Muhamadiyah “Setidaknya bisa terpengarus kalo kumpul dengan orang-orang pintar” tandasnya.
Masa sulit yang dialami oleh Rahmad menjadi cermin keterbatasan bukan menjadi penghalang, justru akan menjadi pelecut semangat untuk meraih apa yang diinginkan atau apa yang dicita-citakan. Pemuda yang lahir Juni 1980 juga aktif diorganisasi pemuda Muhamadiyah di kecamatan, ketertarika Rahmad terhadap organisasi juga sudah dilatih ketika masa sekolahnya. Menjadi pemuda karang taruna adalah kesibuakannya dia dulu.

Buah dari kerja kerasnya akhirnya dibayar mahal awal bulan Desember  2009 Rahmad mengawali pekerjaannya dan mengapdi di kampus II UAD “yang penting nyaman soal gaji itu belakangan” ujarnya sambil sedikitik tertawa kecil. Dalam bekerja Rahmad mengutamakan kenyamanan, seperti yang sudah-sudah dalam bekerja Rahmad selalu tidak betah dan akhirnya keluar jika tidak nyaman dalam suatu pekerjaan “Alhamdulillah saya betah disini, harapannya saya juga akan diangkat menjadi satpam tetap disini” tegasnya.
Disinggung soal gaji Rahmad mengatakan “Cukup dan tidak cukup itu bagaimana kita menyikapi” upah yang dibawah UMR memang lagi-lagi membawa dapat perekonomian menengah kebawah menjadi musuh nyata. Namun itu disikapi oleh Rahmad dengan suka rela, dan kembali pada niat awal. Pemuda yang belum menikah ini mempunyai cita-cita yang sangat luhur yakni ingin mengabdi untuk Muhamadiyah. Hal itu terlihat jelas dari mulai kecil Rahmad begitu panggilannya sudah kental dengan organisasi Muhamadiyah.
Harapan besar untuk meraih kesejahteraan hidup Rahmad muncul ketika berita yang diterima oleh Rahmad bahwa dia akan diangkat menjadi satpam tetap di UAD. Berita gembira ini semakin memotifasinya untuk semakin semangat dalam pekerjaannya mengamankan kampus UAD dan menertibkan orang-orang yang tak patuh terhadap peraturan.

“Rezeki patih, dan jodoh ditentukan Allah” ujarnya. Dalam menyikapi gaji yang pas-pasan bahkan kurang dari cukup untuk kebutuhan dizaman sekarang, mau tak mau Rahmad harus mengaturnya, apalagi orang tuanya sudah menuntut Rahmad untuk segera menikah. Pastinya butuh biaya besar untuk hal sepertu itu. “Umur saya sudah cukup untuk menikah, namun segalanya perlu saya persiapkan benar” ujarnya.
Pria yang mempunyai pedoman agama kuat ini mengaku bahwa dirinya masih punya cita-cita yang lebih dari sekedar satpam, namun pekerjaan yang sudah digelutinya sekarang sangat disyukuri benar-benar olehnya. “Manusia tidak akan merasa puas dengan apa yang didapat, setalah dapat yang satu mungkin akan menginginkan yang lain, begitu seterusnya” tegasnya. Banyak hal yang didapatkan oleh Rahmad selama bertugas di UAD, suka dan duka dialami olehnya, mulai dari orang-orang yang melanggar peraturan, dan terkadang dapat celaan dari orang yang ditegurnya.
Tak jarang juga Rahmad menemui orang yang melanggar peraturan namun malah membantah jika ditegur, “saya pernah menemui orang jelas-jelas dia melanggar peraturan merokok diarea kampus namun tidak mematikan rokoknya justru malah membantah” ujarnya. Berbagai karakter telah ditemukan oleh Rahmad dalam menjalankan tugasnya, suka duka dalam menjalankan tugas dinikmati dan sebagai pengalaman hidup mengenal jenis-jenis pribadi masing. Bahkan Pernah suatu ketika Rahmad menghentikan sepeda motor yang melajukan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi diarea kampus, sontak saja rahmad langung menegur dan menghintikan sepeda motor tersebut “ Bisa pelan ndak Mas” ujar Rahmad, namun anehnya tak merasa bersalah atau minta maaf orang tersebut justru menbantah dengan mengatakan “Tidak bisa”. Setelah ditelusuri orang yang ditegur tersebut adalah salah satu dosen di UAD. Peristiwa yang tak akan pernah dilupakan oleh Rahmad dan menjadi bumbu penyedap dalam tugas menjalankan peraturan atau menegakkan peraturan yang ada.

Dalam menegakkan peraturan, Rahmad sering menemukan mahasiswa yang tidak mematuhi peraturan kampus, banyak sekali mahasiswa yang melanggar peraturan pakaian, bahkan Rahmad harus menegur secara langsung kepada mahasiswa yang memakai celada pendek. Hal ini dilakukan oleh Rahmad karena memang sudah menjadi kewajibannya menertibkan mahasiswa yang bandel.
Peraturan yang dibuat oleh kampus ada kalanya susah untuk diwujudkan oleh para mahasiswa, salah satu peraturan itu yakni kampus bebas dari asab rokok,  “kampus bebas area merokok
                                                                                                                  
Bekerja di perguruan tinggi sangat dirasakan berbeda betul dengan pekerjaan yang lain, hal ini dirasakan oleh Rahmad selama bekerja di UAD. “setiap hari besar Islam atau tanggal merah saya libur, dan ini berbeda dengan apa yang kurasakan ketika bekerja di instansi-instansi diluar UAD” ujarnya. Menjadi sangat indah jika dalam bekerja ada sitem libur yang layak, karena dalam bekerja siapaun orangnya pasti ada titik jenuh yang ada pada dirinya.
Rahmad yang gemar memelihara burung merpati ini mengatakan “saya ada dilingkungan akademik, omongan saya jadi iku akademik, itu saja terdengar, dan itu sedikit ilmu yang bermanfaat untukku” tak heran jika Rahmad merasa betah bekerja di UAD walaupun hanya sebagai satpam. Mungkin dalam benak diri Rahmad menyimpan keinginannya untuk bias melanjutkan studinya, namun Rahmad munkin meyadari kemampuannya hanya sebatas satpam, realita yang sungguh berbanding terbalik dengan orang-orang yang serba tercukupi

 


Khoirul Ibad
0902055126 

Motivasi Bisnis Komunitas

Hadi Kuntoro, dipanggil Hadi, menyebut dirinya ‘Raja Selimut’. Karena memang, selimutlah yang menjadi lead bisnisnya. Menyebar selimut Jepang berkualitas internasional yang dibuat di pabrik Indonesia ke seantero tanah air dan manca negara adalah profesinya.
Sebelumnya, selama 13 tahun bapak tiga anak ini menjadi karyawan atau TDB (Tangan di Bawah) di pabrik mobil terbesar asal Jepang. Gajinya saat itu telah lebih dari mencukupi. Namun ada sesuatu yang membuatnya tetap gelisah.
“Ada angan yang belum dapat saya dapat, dan selalu mengusik saya. Mengapa sampai saat ini saya hanya bisa hidup untuk diri dan lingkungan keluarga saja Apa kontribusi saya untuk orang lain Belum ada!” bisik gelisah hati Hadi beberapa tahun lalu.
Bulat tekad ia bangkit, tak mau menjadi penonton dan tukang sorak keprihatinan nasib bangsa Indonesia yang memang tengah amburadul secara ekonomi. “Saya harus melangkah menjemput angan untuk bisa lebih bermanfaat bagi 100 atau 1000, atau sejuta orang,” tekadnya.
Tepat hari pertama bulan Maret 2008, Hadi mengundurkan diri dari tempat kerjanya. Ia ingin merintis bisnis sendiri. Meski masih kecil dan sebagian besar modal didapat dari hutang, tapi Hadi optimis ia akan berhasil.
Awal 2009, omset penjualan selimut Hadi sudah mencapai 1000-2000 selimut perbulan, dengan agen-agen yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Selain usaha selimut, bersama adiknya, Hadi telah membuka toko-toko kerudung dan busana Muslim di daerah Jawa. Saat ini Hadi juga sedang menawarkan kerjasama usaha One Stop Shopping perlengkapan tidur untuk mitranya yang berlokasi di berbagai kota.
Mau tahu kunci sukses Hadi Ia bergabung dengan jaringan TDA (Tangan di Atas), komunitas intrepreneur muda, yang gigih mengembangkan kemandirian usaha, mendobrak ketergantung tren kebanyakan masyarakat Indonesia yang lebih sukan menjadi karyawan.
Sejak berdiri di awal 2006, komunitas yang didirikan Badroni Yuzirman ini terus berkembang pesat. Sekarang, anggotanya telah hampir lima ribuan orang, tersebar di seantero Nusantara. Menurut Badroni sang founder (pendiri) yang juga pemilik dan pemimpin Manet Busana Muslim Plus, komunitas TDA bermula ketika ia dan istri memutuskan memulai bisnis menggunakan internet dan direct marketing dari rumah pada Maret 2004.
Ia mulai dengan membuat blog yang kemudian mencuri banyak perhatian pengunjung, dan terus menjadi perbincangan hangat, karena dianggap ‘memprovokasi’ orang untuk mendobrak kemapanan keasyikan menjadi karyawan. Pada Januari 2006, bersama beberapa rekan sevisi, ia dirikan TDA, dengan misi menumbuhkan semangat berwirausaha masyarakat.
Karena memang berawal dari ide komunitas maya, maka blog dan mailing list menjadi sarana utama koordinasi antaranggota mengenai usaha masing-masing dan diskusi masalah-masalah terkait bisnis. Untuk mengeratkan hububungan, kerap juga diadakan pertemuan rutin sebagai ajang silaturrahim mereka.

Melahirkan Intrepreneur
Seperti dimuat situs resmi TDA (http:www.tangandiatas.com), komunitas TDA berorientasi ingin menjadi sebuah komunitas bisnis yang bervisi menjadi Tangan di Atas, atau menjadi pengusaha kaya yang gemar memberi kepada sesamanya. Abundance atau enlightened millionaire.
Dengan filosofi bahwa menjadi Tangan di Atas lebih mulia daripada Tangan di Bawah (TDB), TDA berupaya ingin menghasilkan para pengusaha. Berbeda dengan TDB yang hanya bisa memproduksi karyawan. Motivasi para anggota TDA dilakukan dengan cara saling berbagi, mendukung dan bekerja sama dalam komunitas non profit itu.
Berbekal keyakinan dasar, bersama-sama segalanya akan lebih ringan, mereka buktikan berhasil banyak menggelar kegiatan maupun terobosan bisnis. Karena memang, aktivitas mereka bukan sekedar diskusi, debat maupun curhat urusan bisnis, tapi orientasi kerja (action oriented). Berbeda dari komunitas lain, yang cenderung lebih suka banyak berwacana atau berteori.
Untuk mempermudah klasifikasi anggota, karena terkait semangat dan upaya wirausaha mereka, member (anggota) TDA dibagi menjadi tiga kategori: TDA, yaitu member yang sudah berbisnis penuh dan tengah berupaya meningkatkan bisnisnya ke jenjang lebih tinggi. TDB, yaitu member yang masih bekerja sebagai karyawan, dan sedang berupaya berpindah kuadran menjadi TDA. Dan Ampibi, yaitu member yang masih dalam tahap peralihan dari TDB (karyawan) ke TDA, dengan melakukan bisnis secara sambilan.
Berkembangnya jaringan anggota, membuat komunitas ini kian memarakkan aktivitas. Terbangunlah banyak sayap jaringan TDA, dari jaringan kios pakaian, seluler, IT, hingga jaringan-jaringan jasa konsultasi, pendidikan dan pelatihan bisnis mandiri, maupun kegiatan sosial.
TDA Goes To Franchise, mislanya, sangat mumpuni melakukan kajian dan laboratorium konsep bisnis; TDA Peduli bekerja sama dengan Aksi Cepat Tanggap Dompet Dhuafa Republika; TDA Wealth Strategy Club yang rajin mengadakan diskusi dan penerapan wealth strategy; TDA Event Organizer spesialis penggelar kegiatan seminar, talkshow, bazar, pameran, tur, dan lain-lain.
Atau TDA Business Re-education yang aktif beraksi dalam kegiatan seminar, business game dan business coaching; TDA Business Conference di dunia maya; TDA Spiritual yang rajin melakukan pengajian bulanan; TDA Finance; TDA Business Book Club; dan lain-lain.

Nilai Tindakan
Sebagai sebuah komunitas yang pesat berkembang, tentunya membuat TDA semakin mudah melakukan kerjasama dengan banyak pihak. Imbas keuntungan bagi anggota jelas terasa. Di samping mendapatkan mind-set tentang kewirausahaan yang benar, ilmu kewirausahaan dari seminar, workshop, mastermind maupun mailing list, bersama TDA, networking dan silaturrahim mereka juga kian luas.
Berkembang pesatnya komunitas ini, tak lain berkat pancangan “Lima Nilai TDA”, yang menjadi semacam asas pengikat komunitas ini. Yaitu: Silaturrahim (saling mendukung, sinergi, komunikasi, kerja sama, berbaik sangka, teamwork, dan sukses bersama); Integritas (kejujuran, transparansi, amanah, win-win, komitmen, tanggungjawab, dan adil); Berpikiran Terbuka (continuous learning, continuous improvement, kreatif, dan inovatif); Berorientasi tindakan (semangat solutif, konsisten, persisten, berpikir dan bertindak positif, give and take, serta mindset keberlimpahan); dan Fun (menjaga keseimbangan dalam hidup).
Yulia Astuti, pemilik salon muslimah Moz5 yang kini telah memiliki banyak cabang di beberapa kota, mengakui besarnya keuntungan yang ia rasakan sejak menjadi bagian komunitas TDA. Awalnya ia terkategori sebagai Ampibi, karena awalnya ia hanya menyambi bisnis sambil berstatus karyawan di sebuah perusahaan Jepang. Namun sejak bergabung dengan TDA, ia kian termotivasi untuk berwirausaha mandiri.
Dengan dukungan motivasi dari rekan-rekan komunitas, dan bermodal ketekunan tinggi, akhirnya Yulia sukses memfranschisekan usaha yang awalnya sambilan itu. Jadilah kini Moz5 beranak cabang di banyak kota.
“TDA is My Family,” tegas Yulia. Walau terbilang pasif di dunia maya, Yulia cukup aktif mengikuti kegiatan-kegiatan offline TDA. Di komunitas ini ia rasakan indahnya silaturrahim. Di sana ia bisa berbagi, belajar, bersinergi, dan belajar banyak dari perjalanan sukses para rekannya. “Tidak semata-mata kepentingan bisnis. Kita juga dapat saudara dan sahabat, yang tentunya tak dapat dihitung nilainya dengan uang,” ujar Yulia.
Secara teori, kecenderungan kian marak munculnya komunitas-komunitas bisnis, merupakan bagian dari berkembanganya kognisi sosial (social cognition). Pakar psikologi sosial Russell Spears menyebutkan, manusia berhadapan dengan realitas sosial yang kompleks, sehingga untuk mempermudah hambatan, mereka cenderung suka membagi sesuatu dalam kategorisasi atau kelompok. Sungguh TDA salah satu contoh suksesnya teori ini. (Shofia Tidjani)

Memulai Usaha dengan Mimpi

Islahuddin
Suasana penuh keakraban terlihat pada acara launching Young Enterpreneurshiop Start Up (YES) Club Jakarta, Maret lalu di gedung Design Center Jakarta. Walau acara itu baru digelar di hari pertama, para peserta yang berjumlah sekitar 25 orang nampak akrab berinteraksi. Sesi terakhir yang banyak diisi tanya-jawab, pun menjadi ajang yang sangat meriah. Pada sesi itu, masing-masing peserta diberi waktu melontarkan usaha yang telah mereka rintis, dan cita-cita mereka sebelumnya.
Suasana seperti ini sangat disyukuri Direktur YES Club Jakarta, Himawan Adibowo. “Yes Club belum berumur satu hari, tapi rupanya sudah terbentuk kerja sama bisnis di dalamnya,” ujar Himawan sambil tersenyum.
Dari peserta yang sebagian besar merupakan mahasiswa itu, tak satupun mempunyai usaha berskala besar. Bisa dibilang rata-rata hanya bermodalkan nekat. Azuz Saputra misalnya, mahasiswa semester enam Jurusan Manajemen di School of Bussines and Management (STIEKPI), selain mau belajar, ia juga harus menjauhkan gengsi untuk memulai dan menggeluti usahanya.
Saat ini, bersama seorang rekannya, Azuz sukses menjadi distributor kentang goreng kemasan di areal kampusnya. Menurut Azuz, sudah bukan saatnya lagi masyarakat menilai suatu pekerjaan itu bergengsi atau tidak. Karena yang terpenting adalah bagaimana bisa terus berusaha dan menghasilkan uang sendiri.
Memang diakuinya, bahwa usaha yang ia jalani sejak tiga bulan lalu itu sangat kecil. Hanya bermodal awal 80 ribu rupiah yang ia belanjakan untuk membeli 40 bungkus kentang goreng kemasan, saat itu ia sanggup menjualnya habis dalam tempo empat hari. Kini, setiap bulan Azuz minimal mampu mengantongi laba 800 ribu rupiah.
Jumlah rupiahnya memang kecil, tapi bagi Azuz yang penting adalah bagaimana menumbuhkan keberanian untuk berusaha, dan memutus ketergantungan pada orangtua. Ia berharap, pengalaman menjadi distributor kecil-kecilan ini menjadi modal untuknya kelak menjalani bisnis yang lebih besar.

Tidak Memilih Rezeki
Dari cerita dan pengakuan yang dipaparkan para peserta Yes Club, terbukti bahwa modal nekat, tahan malu, dan berkhayal, telah banyak mengantarkan para pengusaha untuk memapak sukses dari nol.
Farry Iskandar juga membuktikannya. Sebelum menjadi pengusaha alat-alat petualangan yang dipasarkan secara online, Ferry bekerja sebagai karyawan di sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Walau gaji tak besar, bekerja di LSM membuat Ferry nyaman mendapat penghasilan tetap.
Suatu ketika, Ferry memutuskan berhenti menjadi karyawan dan memilih membuka usaha sendiri. Keputusan itu tentu disayangkan banyak rekan dan kerabatnya. Apalagi di masa awal usaha, Ferry sering menggelar dagangan di emperan jalan sekitar kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta setiap Minggu pagi.
Belum lagi tekanan mental yang harus dirasakan Ferry akibat anggapan miring masyarakat yang menilai bekerja di kantor lebih terhormat daripada berdagang di emperan jalan. “Masa awal memulai usaha sangat menyedihkan. Banyak yang menganggap pekerjaan ini sebelah mata,” ujar Ferry.
Pada 2004, bermodal uang delapan juta rupiah di tangan, Ferry jalankan usaha dengan keyakinan bahwa itulah satu-satunya pilihan terbaik untuk meningkatkan penghasilan dirinya. Apalagi saat itu ia sudah ingin berumahtangga, yang ia sadari, kelak tentunya ia butuh penghasilan lebih tiap bulannya untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Tak keliru Ferry memilih jalan hidupnya. Saat ini terbukti ia bisa menikmati limpahan keuntungan hasil usaha dan buah strategi dirinya untuk terus berjuang dan tak memilih-milih rezeki. Meski banyak perusahaan besar yang bergerak di bidang yang sama, namun Ferry tak gentar. Karena mereka jarang melayani partai eceran, apalagi via online seperti yang ia lakukan.
Kini usahanya perlahan berkembang, tak kenal lelah ia terus berupaya membesarkannya lagi. ”Sampai sekarang, saya masih terus berjuang menggapai mimpi yang besar,” tandas Farry.

Usaha Tiada Henti
Kisah serupa namun tidak sama juga dialami Edi Kurniawan, mantan karyawan sebuah perusahaan otomotif di wilayah Tangerang. Suatu ketika, komunitas Tangan di Atas (TDA) menggelar kegiatan magang yang disebut TDA Apprentice.
Walau kegiatan magang berskala tiga bulan itu tidak memberinya gaji ataupun uang transport, namun berkat keinginan untuk belajar dan menggali ilmu menjadi pengusaha, Edi berani memutuskan untuk meninggalkan kemapanan hidup sebagai karyawan.
Saat itu peserta magang berjumlah sepuluh orang, yang ditempatkan di stan milik Haji Alay di kawasan grosir Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun hanya dua orang yang sanggup mengikutinya sampai akhir, salah satunya adalah Edi. Selama magang, Edi memperhatikan adanya celah menjanjikan dari prospek bisnis online. Maka selepas magang, ia memilih usaha jual beli pakaian bayi usia tiga tahuan ke bawah secara online. Dan pengetahuan tentang dunia garmen yang ia dapat selama magang, sangat membantu perkembangan usahanya.
Edi memiliki alasan kuat mengapa ia bersikeras beralih profesi menjadi pengusaha. Karena ia sangat yakin, bahwa dunia usaha tak ada matinya, selama orang mau berusaha. Keyakinan itu semakin besar ketika Haji Alay, yang merupakan saudagar sukses di Tanah Abang, memotivasinya. Haji Alay sering menekankan, bahwa uang berserakan di mana-mana, dan terus berputar selama 24 jam. Dengan sepuluh tangan sekalipun, kita tak akan sanggup memunguti semua serakan itu, kecuali kita mengetahui caranya.
Jerih payah yang dimulai sejak dua tahun itu kini telah menuangkan hasil. Selain bergerak di bisnis online, Edi juga telah mempunyai dua buah toko di Gedung Jakarta City Center (JaCC). Omset rata-rata perbulan yang ia dapat bisa mencapai 100 juta rupiah, dengan 70-80% berasal dari penjualan online.
Menurut Edi, dua tahun bukanlah waktu yang lama. Namun selama itulah kemampuan seseorang untuk bertahan dalam berusaha ditentukan. Salah perhitungan memang sempat dirasakan Edi, namun itu ia jadikan sebagai ilmu yang tak ternilai, yang ia jaga agar tidak kembali terulang di masa mendatang.

Belajar dari Mimpi
Sementara itu, Atik Wahyu Naryati pengusaha budidaya jamur, kini telah menuai hasil jerih payahnya. Atik yang memulai usaha di akhir 2005 lalu, pada pertengahan 2006 saja sudah menuai hasil yang cukup signifikan, dan usahanya berkembang kian stabil. Bermodal awal hanya enam juta rupiah di tangan, kini setiap bulan Atik menuai sekitar 5-10 juta rupiah keuntungan.
Di bawah bendera CV Fanindo Multi Farm, berbagai jenis jamur kini ia budidayakan. Agar bisa diedarkan ke berbagai tempat dengan mudah, ia kemas bahan dagangannya dalam bentuk jamur kering. Karena keberhasilannya itu, banyak orang dari berbagai daerah datang kepadanya untuk belajar. Dengan tangan terbuka Atik menerimanya.
Kisah sukses juga ditorehkan Masbukhin and Nuni. Pasangan harmonis lulusan Universitas Brawijaya Malang ini, memulai bisnis telepon seluler sejak 2003 lalu. Mereka berdua mendobrak kemapanan tradisi para sarjana yang biasanya lebih memilih berpakaian necis dan menjadi karyawan kantoran.
Masbukhin and Nuni kini sukses memiliki beberapa outlet grosir di Pulogadung Trade Center dan tempat-tempat lain di Jakarta. Seluruhnya tergabung di bawah payung PT Prima Prada Cellular (PCC) yang mereka dirikan.
Bermodal mimpi ingin menjadi sukses, awalnya mungkin banyak dicemooh orang sekitar. Namun jika ingin menjadi pengusaha sukses, modal nekat merupakan salah satu hal yang harus dimiliki.
Hal ini sangat tegas diakui pengusaha sukses Martha Tilaar. Jatuh bangun usaha yang dilakukan ikon kecantikan Indonesia sejak awal dekade 70-an itu, kini terlihat hasilnya. Usahanya terus menggurita. “Jika ingin menjadi pengusaha, kita harus berani untuk nekat, dan menggantungkan mimpi setinggi langit,” tegas Martha.




Tommy Hidayat
0902055127 

Salah Alamat

            Sabtu (10/3), ketika itu saya sepulang dari jalan dari malam mingguan, sesampapinya di kost teman saya, Jefry namanya, meminjam sepeda motor saya untuk ngeprint tugasnya di warnet di depan lapangan bola pramuka. Tak lama kemudian dia pun datang dan malam itu waktu sudah menunujukkan pukul 22.00. dan setelah ituia mengembalikan kunci saya, saya pun langsung tidur tanpa firasat apa pun.
Sebangun dari tidur saya pun ingin pergi ke warung untuk membeli sabun cuci bubuk serta sarapan. Karena niat saya hari minggu itu adalah mencuci pakaian saya. Kemudian saya mencuci muka dan sikat gigi, setelah itu saya bersiap-siap untuk jalan keluar. Setelah di parkiran saya pun bingung dan gelisah, karena motor saya tidak ada di parkiran.
Kemudian saya memperhatikan tiap sudut parkiran dan hanya menemukan motor jenis yang sama dengan motor saya, hanya tampilannya jauh lebih kusam dari motor saya, tapi berplat Samarinda. Ketika melihat motor tersebut rasa penasaran saya muncul in gin memasukan kunci kontak kemotor tersebut gdan ternyata berhasil, dan perasaan bingung, gelisah serta emoosi berganti menjadi heran sekaligus lucu kalau teman saya si Jefry salah bawa motor pulang ke kost. Dan langsung saya ketok pintu kamarnya, sontak ia pun langsung terbangun dan langsung saya tanyakan “dimana kamu menaruh motor saya?” dan iapun langsung menjawab “diparkiran ujung tom”. Sontak saya sja saya tertawa terpingkal-pingkal melihat sekaligus menjadi korban keteledoran si Jefry. Ia pun bingung dengan mata mengantuk melihat saya tertawa di kamarnya. “kenapa Tom” tanya Jefry, saya pun langsung mengajak Ia keluar ke parkiran dengan diikuti oleh Vincent Saya pun langsung menunjuk motor yang berbeda namun setipe dengan motor saya, dan saya jelaskan bahwa motor yanng dia bawa salah Vincent pun seketika itu paham dan si Jefry denagn  muka polosnya memnyatakan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Setelah dijelaskan  yang kedua kalinya oleh Vincent baru Ia paham dan langsung ikut tertawa. Seketika itu pula Saya ajak Ia keluar ke warnet tempat Ia mengeprint semalam . sesampai di warnet, warnetnyapun tetrnnyata masih tutup, hanya fotocopyan disebelahnya yang telah buka  karena mengingat waktu masih menunjukkan pukul 07.00 pagi dan saya pun menanyakan no handphone warnet tersebut, sontak saja Ibu-Ibu si pemilik fotocopyan bercerita tentang pemilik motor yang di bawa oleh Jefry pulang ke kost bahwa si pemilik motor menunggu samapai jam 01.30 di depan warnet dan kunci kontak saya pun dibongkar paksa agar dapat di bawa pulang mengingat motornya tertukar dan si Jefry pun tak kunjung datang. Saya pun menelpon pihak warnet dan pihak warnet pun memberikan nomor telpon si pemilik motor. Setelah saya telpon, si pemilik motorpun langsung ngomel dan saya pun meminta maaf sambil menjelaskannya pelan-pelan meskipun saya sebenarnya tidak tahu apa-apa,  namun berhubung motor saya yang menjadi peran disini saya merasa ikut bertanggung jawab walaupun saat itu saya kesal setelah melihat keadaan motor saya yang kuncinnya telah dirusak. Kemudian saya bawa pulang dan si Jefry pun berniat memperbaiki kunci motor saya.


Novrilia Nainggolan
0902055128 

Tukang Cuci Baju di Komplek
Munah Mampu Menguliahkan Anaknya Sampai S1

Walau cuaca sedang hujan , angin kencang, hingga terik sekalipun wajahnya selalu tampak gembira, tak pernah ia terlihat sedih. Senyum ramah dan wajah riang selalu ia perlihatkan kepada semua orang. Tak pernah ia meminta belaskasihan kepada orang lain. Hari-harinya ia jalani dengan penuh semangat. Tak pernah ia mengeluh apalagi berputus asa. Ia selalu menjalankan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh, meskipun banyak orang mengatakan di jaman serba instan sekarang ini pekerjaan itu sangat rendah. Bagi ia apapun pekerjaannya, harus selalu dijalankan dengan sebaik mungkin.
Ya, inilah sekilas sosok Munah yang bekerja sebagai tukang cuci baju di komplek perumahan Kota Samarinda.  Munah adalah seorang ibu yang berusia 52 tahun yang mempunyai 2 orang anak. Kedua anaknya yaitu Yusva dan Rizky. Namun karena beratnya kehidupan yang terjadi saat suaminya di panggil yang Mahakuasa karena kecelakaan, Munah tidak dapat menyelamatkan anak keduanya Rizky dari serangan penyakit demam berdarah ketika usianya 8 tahun.
Banyak cobaan yang di hadapi Munah silih berganti. Namun ia tidak menjadikan cobaan dan rintangan  itu menjadi penghalang ia mencari nafkah untuk anak satu-satunya yang ia miliki, yaitu Yusva. Munah rela menjadi tukang cuci baju keliling komplek demi mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan anaknya. Mulai dari makanan yang di makan setiap harinya, biaya untuk beli pakaian, hingga biaya untuk kuliah anak gadisnya ‘Yusva’.  Walaupun penghasilan Munah tiap bulannya tidak seberapa.
Munah bekerja di sebuah komplek perumahan yang cukup elith di dekat rumahnya. Setiap hari, ia harus berjalan  kaki sekitar 2 kilometer untuk sampai kerumah yang mempekerjakan dia sebagai pencuci baju . Biasanya Munah sudah melakukan aktivitasnya mulai pukul 06.30 WITA dan di tengah hari ia sudah dapat beristirahat di rumahnya.
Seusainya mencuci baju biasanya Munah tidak langsung pulang begitu saja, ia selalu berusaha mencari tambahan penghasilan dari tempat ia mencuci. Ia kerap menawarkan diri untuk memasak, menyapu dan sebagainya layaknya pembantu rumah tangga. Banyak tawaran yang mengajak Munah untuk menjadi pembantu rumah tangga saja dan tinggal di tempat ia bekerja , namun ia menolaknya, ia memikirkan anak gadisnya ‘Yusva’ (21) yang sedang giatnya mengikuti perkuliahan di salah satu universitas di Samarinda. Walaupun tugasnya memang untuk mencari nafkah, namun ia selalu memperhatikan anaknya.
Di malam hari terkadang ia meneteskan airmata, mengingat betapa malangnya ia harus menanggung hidupnya tanpa suaminya. Apalagi terkadang keluar keluhan bahwa ia terlalu lelah untuk menjalankan aktivitasnya di usia yang semakin menua ini. Di jaman serba modern  ia merasa tidak dapat berbuat apa-apa selain mengharapkan dan mendoakan agar anaknya dapat sukses ke depannya dan membawa sebuah kebahagiaan untuknya.  Karena keramahannya dengan orang-orang di sekitarnya, Munah selalu di limpahi rejeki, baik dari bentuk makanan ataupun uang di luar hasil kerja mencucinya. Banyak pula yang kagum dan salut dengan ketegaran dan usahanya membiayai anaknya hingga S1. Walaupun dengan keringat dan tanggungan berat hidup sendiri. Baginya tak ada artinya keringat dan malu menjalankan kehidupan berkecukupan ini, ia yakin dan percaya bahwa roda selalu berputar, tidak selamanya ia berada di bawah, kelak suatu saat nanti ia pasti merasakan bahagia di masa tuanya dengan keberhasilan anak yang di sayang dan di jaganya selama ini.



Sartika
0902055133 
Nikmatnya Es Nona Melda

            Pada suatu hari disaat panas terik matahari, saya melihat kerumunan orang yang mengantri. Tepatnya di Jalan Ir. Juanda (depan SLTP Negeri 4 Samarinda) cukup terlihat banyak orang yang ternyata membeli sebuah minuman yakni es nona. Es nona merupakan salah satu jajanan berupa minuman es yang didalamnya ialah campuran dari kacang merah, agar – agar, mutiara kenyal, tape singkong yang kemudian diberi sirup es batu serut dan susu, sungguh sebuah jajanan berupa minuman yang pas disantap untuk menyegarkan tenggorokan disiang hari. Cukup banyak penjual yang menjual jenis minuman ini, namun penjual yang saya hampiri di Jalan Juanda ini merupakan salah satu penjual yang memiliki banyak pelanggan. Es Nona Melda yakni nama khas yang ditulis di gerobak jualannya. Tempat jualan yang sederhana dengan lokasi di pinggir jalan membuat saya ingin lebih mengetahui tentang Es Nona Melda ini. Saya pun berkesempatan untuk mengobrol dengan empunya Es Nona Melda, ketika ditanya bagaimana mengawali usaha tersebut si penjual pun tak sungkan untuk sedikit bercerita. Beliau memulai usaha tersebut dari kurang lebih 6 tahun yang lalu, awalnya ia berjualan di depan rumah sampai berkeliling menggunakan sepeda motor. Pada saat itu, pembeli masih sedikit dibanding sekarang namun penjual ini tak kunjung putus asa, ia terus berusaha menekuni usaha ini. Sedikit demi sedikit, hasil jerih payah dari usaha dan dari menjual sepeda motor ia kumpulkan hingga dapat membeli mobil bak terbuka tentunya bukan sebuah mobil yang bagus namun hanya sebuah mobil bekas dengan harga yang lumayan murah tetapi masih layak digunakan untuk mengangkut hasil olahan es yang untuk dijual ini.
            Penjual ini masih berkeliling dengan menggunakan mobil bak terbukanya karena belum memiliki stand tetap untuk jualan. Sedikit demi sedikit usaha ini pun berkembang yang pada akhirnya beliau punya stand jualan yang tetap meskipun hanya di depan pagar sekolah saja yang pastinya telah mendapatkan izin dari pihak sekolah setempat. Hasil yang diperolehya pun rajin ia kumpulkan beserta istri yang untuk kedua kalinya ia mampu membeli sebuah mobil bak terbuka lagi namun dengan keadaan yang jauh lebih bagus dari sebelumnya. Anak – anaknya pun turut membantu usaha orangtuanya ini, mereka mendapat bagian untuk melayani pembeli. Hal ini membuat saya kagum karena anak – anak yang masih remaja ini tidak mempunyai rasa gengsi untuk berjualan padahal mereka merupakan keluarga yang berdarah China, sungguh sesuatu yang membuat saya salut. Mengapa tidak? Karena orang – orang yang berketurunan  China kebanyakan memiliki usaha yang bernilai tinggi seperti emas, khususnya di kota Samarinda ini namun keluarga China yang satu ini sangat beda sekali, itulah yang membuat saya kagum. Ketekunan usaha yang mereka miliki telah membuahkan hasil yang baik, usaha yang digeluti kini memiliki cabang dan mereka juga telah menetapkan tempat jualan serta tidak diatas bak mobil lagi namun dengan gerobak kaca yang ditata untuk lebih menarik pelanggan Es Nona Melda ini lebih banyak lagi.
            Kisah di atas dapat kita simpulkan dan menjadi contoh yang baik untuk ditiru bahwa dengan ketekunan yang kita memiliki dalam meraih impian pasti akan membuahkan hasil yang baik tentunya dengan sikap tanpa putus asa, selalu berusaha dan tetap berdo’a dengan apa yang kita lakukan ini berharap akan memberi perubahan hidup yang jauh lebih baik dalam bidang wirausaha atau pekerjaan lainnya.

 


Sri Yulianti DL
0902055137 
Masa Depan Anak Negeriku……

Samarinda-8 Maret , sekitar pukul 14.00 WITA hiruk-pikuk suara mesin kendaraan roda 2, roda 4 serta pejalan kaki sore itu semakin ramai.    Lalu lalang kendaraan bermotor semakin ramai pula bahkan menimbulkan kemacetan. Semua kendaraan dan pejalan kaki disibukkan oleh keinginan mereka agar segera sampai kerumah masing-masing setelah seharian beraktifitas diluar rumah seperti bekerja dikantoran dan bersekolah.
Tetapi keironisan sangat terlihat jelas ditepi jalan tepatnya disimpang empat mall lembuswana yang menuju jalan M.Yamin, Dr.Soetomo, Juanda dan kearah Ruhui Rahayu. Sekumpulan anak-anak berusia sekitar 7-16 tahun malah masih disibukkan oleh pekerjaan yang tiada batasnya, entah sampai kapan pekerjaan itu mereka lakukan. Keseharian mereka hanya disibukkan dengan bekerja mencari recehan demi mendapatkan sesuap nasi, tak lain dan tak bukan pekerjaan mereka berupa menjual Koran(Loper Koran), menjual kripik dan mengamen disepanjang area trotoar yang membentang di jalan tersebut.
Mereka tak pernah mengenal lelah dalam menggeluti pekerjaan itu, yang mereka lakukan dan inginkan hanyalah mengumpulkan receh sebanyak-banyaknya demi kelangsungan hidup di esok hari. Mereka tak pernah memikirkan bagaimana bersekolah, karena tidak adanya biaya yang mencukupi. Oleh sebab itu yang mereka pikirkan adalah bekerja dan bekerja demi sebuah receh, padahal jika dilihat dari usia mereka, mereka lebih pantas berada di bangku sekolah untuk mengenyam pendidikan yang layak demi masa depan yang lebih baik. Jika hari beranjak senja, hanya sebagaian dari mereka meninggalkan tempat tersebut karena sebagian yang lainnya (berusia 13-16 tahun) akan mengamen pada malam harinya. Itulah mereka anak negeriku bahu-membahu mengumpulkan receh untuk masa depan merekan dan keluarga.
Masa depan anak negeriku sangat ironis sekali, kontradiktif kehidupan mereka sangat jelas terlihat jika dibandingkan dengan pengguna jalan tersebut yang rata-rata dari mereka dapat mengenyam pendidikan yang layak bahkan telah mendapatkan pekerjaan yang layak pula. Padahal pemerintah kita khususnya pemerintah kota Samarinda telah menetapkan pendidikan wajib 12 tahun, tetapi kebijakan tersebut tidak menyentuh anak-anak tersebut. Mereka hanya disibukkan dengan kegiatan yang itu-itu saja tanpa ada perubahan  yang signifikan dalam kehidupan mereka. Inikah masa depan anak negeriku yang katanya tak pernah luput dari perhatian pemerintah, tetapi kenyataannya mereka masih sangat terbelakang dari segi pendidikan, ekonomi dan sosial.







Hasnawati
0902055139

Desainer  Muallaf Menjadi Ikon Fashion Muslimah

Bagi pecinta fashion muslimah, Siapa yang tidak kenal dengan Hana Tajima Simpson.  Akhir-akhir ini, namanya menjadi topik perbincangan di kalangan blogger Muslimah. Perempuan  belesteran Jepang-Inggris yang berusia 24 tahun ini menjadi perbincangan hamper diseluruh dunia karena  gaya berjilbabnya yang unik dan lebih kasual. Sosok Hana pun telah menghias sejumlah media di eropa sebagai seorang desainer yang membuat kejutan lewat produk berlabel Maysaa. Kini, produk busana Muslimah yang diciptakannya itu tengah menjadi tren dan digandrungi Muslimah di negara-negara Barat. Semua itu, tak lepas dari kegigihannya dalam mempromosikan Maysaa. Tak cuma itu, kini namanya menjadi ikon fesyen bagi para Muslimah di berbagai Negara termaksud Indonesia.
Sebelum mengucapkan dua kalimat syahadat di usia 17 tahun, Hana adalah seorang pemeluk Kristen. Setelah resmi memeluk Islam ia langsung berkeinginan mengenakan jilbab, Namun untung saja keluarga Hana saat itu mendukung penuh pilihannya sehingga ia tidak mengalami kesulitan dalam pilihannya tersebut.
Sebagai seorang desainer muda, pada saat itu hana sangat prihatin terhadap gaya berbusana sebagian besar Muslimah yang kurang bervariasi. Dengan maksud ingin menunjukkan kepada masyarakat Barat bahwa para perempuan Muslim pun dapat tampil di muka umum dengan gaya berbusana yang modis dan chic, serta mengikuti tren fesyen terkini, Hana mulai tergerak untuk mendesain gaya busana Muslimah lengkap dengan jilbabnya yang berbeda dengan yang sudah ada pada saat itu.
Dalam blog pribadinya Hana mengakui bahwa menjadi seorang Muslimah di sebuah negara Barat dapat sedikit menakutkan, terutama ketika para mata di sekitarnya menatap dengan tatapan aneh.  Maklum saja, di negara-negara Barat, sebagian penduduknya telah terjangkit Islamofobia. Tak sedikit, Muslimah yang mengalami diskriminasi dan pelecehan saat mengenakan jilbab. Bahkan, di Jerman beberapa waktu lalu, seorang Muslimah dibunuh di pengadilan karena mempertahankan jilbab yang dikenakannya.
Tak semua Muslimah tergerak untuk menutup auratnya dengan jilbab. Namun bagi Hana Tajima, jilbab adalah identitas seorang Muslimah. Sebagai seorang mualaf, desainer busana Muslimah yang sedang menjadi pusat perhatian itu memilih untuk mengenakan jilbab. Seperti halnya saat memutuskan untuk memeluk Islam, keputusan hana untuk mengenakan jilbab juga datang tanpa paksaan.
Tak bisa dipungkiri, bahwa sebagian muslimah di Indonesia terkena demam style Hana Tajima entah dari cara berpakaian hingga penggunaan jilbab. Hal ini pun sangat berdampak positif bagi perkembangan fashion muslim di Indonesia yang terbukti dari lahirnya komunitas hijaber di berbagai wilayah di Indonesia termaksud di Samarinda ini. hal ini rupanya juga dapat membangkitkan semangat para muslimah untuk mengenakan jilbab karna sejak gemparnya Hana Tajima Style, penggunaan jilbab di Indonesia menjadi trand.



Tina Nurliah Rosita
0902055140 

PELANGGARAN HAM ATAS TKI
(TENAGA KERJA INDONESIA)

                        Telah banyak pelanggaran Hak  Asasi Manusia (HAM) atas Tenaga Kerja Indonesia diluar negeri, ini dimungkinkan karena lemahnya pengawasan atas pemerintahan terhadap pahlawan devisa bagi negeri ini. Seolah-olah para Tenaga Kerja Indonesia ini tidak mendapat perhatian sama sekali dari pemerintah padahal hampir setengah pemasukan Negara adalah dari para Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja diluar negeri para TKI seperti diabaikan diluar sana, hanya sebelum pemberangkatan saja menapatkan perhatian.
                        Sudah banyak kejadian-kejadian yang merugikan para TKI, bahkan sampai ada yang kehilangan nyawanya, kekerasan, pemerkosaan dan lain sebagainya. Salah satunya adalah seorang TKI asal Lampung yang bernama Winfaidah (26), ia menjadi korban kekerasan majikannya di Malaysia, bahkan korban juga diperkosa, kejadian ini terjadi sekitar tahun 2010, kejadian ini terjadi di Penang. Pada saat setelah kejadian ini korban mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit setempat karena Winfaidah mengalami siksaan fisik yang melampui batas kemanusiaan. Winfaidah sangat trauma atas kejadian yang dia alami, ia mengalami pemerkosaan lalu ditinggalkan pelaku dijalan dengan kondisi yang mengenaskan, pelakunya adalah majikannya sendiri yaitu pasangan suami-istri.
                        Telah terjadi banyaknya penganiayaan, pemerkosaan bahkan pembunuhan terhadap Tenaga Kerja Indonesia salah satunya adalah kejadian yang dialami pleh Winfaidah seorang TKI asal Lampung yang bekerja di Malaysia, tetapi pemerintah sepertinya menganggap remeh masalah ini padahal jasa seorang TKI sangatlah penting bagi Negara Indonesia. Perlakukanlah para TKI sebagaimana seharusnya diperlakukan sebagai manusia, bagi pemerintah harus meningkatkan perhatiannya kepada para TKI yang sedang bekerja diluar negeri. Karena tidak sedikit TKI yang mengalami perlakuan yang membahayakan mereka, karena para TKI adalah warga Indonesia juga apalagi para TKI adalah pahlawan devisa dan tidak sedikit pemasukan Negara bagi Indonesia. Sebagaimana jasa-jasa mereka pada negeri ini sudah seharusnya mereka mendapatkan perhatian yang khusus untuk melindungi keselamatan dan kesejahteraan hidup mereka.





Ichsan Nur Adha
0902055142 

Suka duka mahasiswa dari Tenggarong

Setelah runtuhnya Jembatan kukar, para mahasiswa yang berdomisili di Tenggarong  hanya bisa pasrah. Terutama untuk mahasiswa yang pulang pergi. Sesaat setelah jembatan itu runtuh, tidak terbayang bahwa sebenarnya jembatan tersebut sangatlah penting. Sekarang, barulah terasa betapa banyak sekali orang yang melewati jembatan itu dengan melihat orang-orang yang lalu lalang menyebrangi sungai Mahakam dengan menggunakan jasa fery sekarang. Perjalanan dari kota Tenggarong ke Samarinda kini kembali jauh dan melelahkan. Bahkan ada yang rela jauh-jauh ke Samarinda melalui jalur lama yaitu melewati loa janan ada yang tetap lewat jalur pendek tapi harus menyebrangi sungai dengan menggunakan jasa fery tentunya. Kebanyakan orang yang rela menempuh jalur lama yang sangat jauh tersebut di karenakan agak takut menyebrangi sungai dengan menggunakan fery. Namun dengan kondisi sekarang ini, orang yang rutin pulang pergi dari Tenggarong ke Samarinda maupun sebaliknya mau tidak mau harus bertaruh nyawa di sungai agar bisa menempuh jalur yang lebih pendek dan cepat. Para mahasiswa dari Tenggarong yang sering pulang pergi seperti saya sangat merasakan beban tersebut. Untuk yang menggunakan motor, minimal kita harus siapkan Rp.6000 untuk membayar fery dan Rp.25000 untuk yang menggunakan mobil. Jika ingin menggunakan fery yang gratis, anda bisa menggunakan fery yang di sewa pemkab kukar, namun tentu waktu yang dibutuhkan cukup lama karena daya tampungnya yang besar sehingga aktivitas bongkar muatnya juga sedikit memakan waktu yang mengharuskan kita untuk mengantri lebih lama. Waktu yang di tempuh pada saat jembatan kukar masih ada, biasanya hanya 30 menit paling lama namun setelah bencana runtuhnya jembatan tersebut maka sedikitnya waktu yang dibutuhkan untuk ke Samarinda sekitar 50 menit. Perkiraan waktu itu jelas tidak menentu karena kita tidak bisa menebak waku tempuh kita selama di fery. Terkadang waktu yang di tempuh fery itu hanya sekitar 10 menit atau tidak sampai habis sebatang rokok  namun terkadang bisa sampai 20 menit lebih dan inilah yang menyebabkan seringnya mahasiswa Tenggarong seperti saya terlambat untuk ke Samarinda/kampus karena  tidak bisa menebak waktu yang tidak menentu di fery tersebut. Begitulah kiranya suka duka mahasiswa dari Tenggarong, meskipun yang saya sampaikan disini sepertinya  hanya “duka”nya saja yang saya tulis namun begitulah adanya jadi mohon maklum atas tulisan ini karena saya hanya orang biasa dan sederhana yang mencoba menulis apa adanya.



Wahyuni
0902055146 

Teater adalah salah satu wadah bagi para pencinta seni untuk mengungkapkan perasaan keindahaan, kritik, ide, atau pendapat, emosi da lainnya. Di Kalimantan timur, khususnya di samarinda terdapat beberapa kelompok atau sanggar teater, baik itu teater independen maupun tetater pelajar atau mahasiswa. Teater yupa universitas mulawarman adalah salah satu teater kampus yang masih aktif sampai saat ini. Pada akhir desember lalu tetar yupa mengadakan event yaitu STIGMA ( lomba festival monolog mahasiswa nasional  ) selaku tuan rumah STIGMA yang pesertanya ada 12 komunitas teater yang ada di Indonesia, dari kegiatan  tersebut banyak rangkaian acara yang harus di ikuti oleh peserta STIGMA salah satunya yaitu berwisata di museum tenggarong, saya salah satu dari panitia STIGMA pun langsung bergegas menuju tempat penjualan barang-barang khas Kalimantan timur yang berada tepat di belakang museum tenggarong, setiba saya ditempat, saya melihat sosok seorang bapak tua dengan kondisi mata buta, dia duduk diantara banyaknya kerumunan orang yang tak lain peserta STIGMA mereka melihat bukan lantaran mereka kasihan namun mereka kagum terhadap bapak tersebut dengan kondisi cacat bapak tua tersebut tidaklah berpangku tangan justru dia memberikan sebuah performent yang mengagumkan, bapak tua tersebut memainkan sebuah music dengan menggunakan gambus yaitu lat music tradisional Kalimantan timur dengan suara petikan gambus yang sangat merdu diselingi pula dengan lagu daerah sehingga pertujukan itu menjadi lengkap rasanya, tak sedikit dari para peserta stigma mendokumentasikan performenta bapak tua tersebut, hal tersebut menyadarkan saya bahwa kekurangan bukanlah suatu hambatan atau halangan untuk kita terus berkarya namun bagaiman kita memanfaatkan waktu kita sebaik munkin, oleh sebab itu syukurilah pa yang sudah kita miliki dan gunakanlah kesempurnaan fisik kita sebaik mungkin serta memberi manfaat untuk diri sendiri maupun orang lain.



Friscila Febriyanti
0902055147 

Samboja, banjir dan jalan berlubang merusak badan jalan Negara Balikpapan- Handil. Hal ini membuat sebagian warga Samboja geram atas eksploitasi yang telah terjadi. Pembongkaran batubara besar-besaran di Samboja, dianggap sangat merugikan warga. Dengan demikia adanya dampak yang mau tidak mau harus dirasakan, aktivitas terganggu dan kecelakaan mau harus dirasakan, aktivitas terganggu dan kecelakaan lalulintas warga menuding karena kerusakan jalan poros Balikpapan-handil yang disebabkan truk batubara yang hendak hauling di jalan umum. Sabtu (3/3) salah satunya korban kecelakaan lalulintas bernama Fitri R, pelajar putrid kelas tiga SMP N Samboja yang saat itu hendak pulang kerumahnya di Margo Mulyo. Dengan menunggangi Mio Putih  dia korban lewat lubang di jalan poros Balikpapan-Handil.
            Kabar yang beredar di masyarakat, siswi SMP tersebut sempat ditabrak truk hauling dari arah Samboja yang langsung berhenti di dekatnya. Inilah gambaran permasalahan terjadi yang tiada hentinya akibat ulah okum tertentu yang mengambil keuntungan dari pembongkaran batu bara baik secara legal maupun ilegal. Kurang tegasnya pemerintah Kukar pula yang menyebabkan banyak oknum yang memanfatkannya. “mana kerja pemerintah jalan berlubang, tidak ada hauling kalau ada kasus kecelakaan saja. Batu bara harus di tutup karena banyak dampak yang harus warga trima lingkungan rusak, banir, jalan berdebu”. Inilah teriakan warga Samboja yang sangat prihatin dengan keadaan tersebut. Sakitnya warga dan deritanya warga bukan urusan bos tambang batu bara, tapi pemerintahlah yang harus ambil andil dalam biduk permasalahan yang tiada henti-hentinya ini, hanya ketegasan pemeritahlah satu-satunya obat bagi warga.   



Andi Nur Muh Firdaus
0902055148 

Semangat Orang Tua

Di desa Tanjung Aru, Kec.Tanjung Harapan Kab.Paser, KalimantanTimur. Di sana ada sebuah dan kehidupan keluarga yang sederhana, tepatnya keluarga pak ikhsan yang ia hanya bekerja sebagai seorang nelayan. Di desa tersebut pekerjaan nelayan adalah pekerjaan yang sangat minim penghasilannya, atau bisa dikatakan sebagai pekerjaan yang paling bawah. Tetapi hebatnya ialah pak ikhsan tidak pernah mengeluh dan bahkan terus bekerja keras hingga ia mampu menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi hanya dari pekerjaan seorang nelayan.
Dari hal inilah sisi yang sangat mengharukan buat kita, yaitu dari seseorang yang hanya mendapat penghasilan yang sangat minim tapi mampu mewujudkan impian anaknya untuk sekolah ke jenjang lebih tinggi lagi. Juga merupakan motivasi buat kita semua sebagai seorang anak untuk mampu menghargai apa yang telah diusahakan oleh orang tua.



 

Zainal Aqli


From zero to hero
Ada sebuah gudang besar berisi 3 ton besi. Tiap satu ton berharga satu juta rupiah. Satu ton dibawa ke Jerman diolah menjadi mobil Marcedez Benz berharga satu milyar rupiah. Besi yang satu ton lagi dibawa ke Jepang. Para insyinyur Jepang mengolahnya menjadi mobil Toyota seharga 500 juta rupiah.
Nah, masih ada satu ton kan? Yang satu ton ini dibawa ke sebuah tempat X di Jawa, sebuah perusahaan pembuatan cangkul, pisau, parang, wajan, sekop, dsbnya. Setelah diolah dengan keras bermandikan keringat, jadilah alat-alat tersebut senilai 1,5 juta rupiah.
Setelah Marcedez Benz, Toyota, dan cangkul kembali dihancurkan menjadi besi dan ditimbang ternyata harganya kembali sama senilai satu juta rupiah.

See ? (merasakah Anda tersindir :D)
Nyatanya barang / orang yang berangkat dari zero, dari start yang sama bisa bernilai beda tergantung pengetahuan, kemauan, dan kemampuan dalam memperlakukannya...

(pasti Anda mulai membandingkan prestasi yang Anda dapat dengan orang-orang sekeliling Anda dapatkan terutama yang sebaya dengan Anda)

Mengapa bisa berbeda?
Ok, see the point...
Bagaimana caranya agar kita bisa mendahsyatkan diri kita...

1>.. Banyak bersyukur

'Nikmat itu seperti hewan buruan yang mudah lepas sehingga ikatlah nikmat itu dengan banyak bersyukur'

so mulai sekarang banyak-banyaklah bersyukur dari hal-hal yang kecil..

Quotes of the day,
"Kenalilah Allah swt saat suka, maka Allah swt akan mengenalimu di saat susah"

2>.. Punya mimpi besar dan cita-cita luhur

"Cita-cita merupakan energi yang ternyata mampu menggerakkan jiwa, menggerakkan pikiran untuk kreatif, menggerakkan badan untuk aktif serta menggerakkan seluruh tubuh untuk mencapai sebuah tujuan"

Nah, bila untuk bermimpi saja tidak berani, bagaimana ia berani memimpin dirinya mencapai cita-cita ??
(setubuh ??)

3>.. Gunakan waktu dengan sebaik-baiknya

ingat :
Waktu kita benar-benar sedikit...
Waktu kita hanya ada tiga,
waktu kemarin yang sudah bukan milik kita lagi, esok hari yang belum tentu kita punyai, dan waktu sekarang yang ada di tangan kita...

Waktu cepat berlalu euy, berasa kan?

4>.. Lakukan perubahan yang berarti

Ada anekdot yang mengatakan, "Mengapaorang tenggelam apabila jatuh di dalam air?" dan beberapa orang mengatakan, "Karena Dia tidak dapat berenang." "Bukan, bukan, orang tenggelam bukan karena tidak bisa berenang tetapi karena Dia hanya menetap di situ dan tidak menggerakkan dirinya ke tempat lain"

5>.. Jangan takut gagal

Secara sederhana, kegagalan adalah situasi tak terduga yang menuntut transformasi dalam sesuatu yang positif. Jangan lupa bahwa AS merupakan hasil dari kegagalan total karena Columbus sebenarnya ingin mencari jalan ke Asia..

(bukti konkret tokh :p)

.
.
.
.
.

Kebanyakan orang mengira sukses itu seperti melewati jalan tol, bebas hambatan, padahal kata teman-teman dari Batak,

jalan ini SIMANUNGKALIT, bukan pilihan para PANGARIBUAN, rutenya terjal bahkan kadang MANURUNG, suatu ketika SIBUTAR-BUTAR bikin kepala POLTAK, sepanjang jalan banyak SIRAJA GUK-GUK, sedikit SITUMORANG yang melewati, tapi kalau sudah PAMUNCAK udara SIREGAR. Maka SIMANJUTAK tak gentar wahai BUTET dan hanya kepada Allah kita berHARAHAP ^-^

.
.
.

Semoga
bisa
jadi inspirasi,
semangat !





M. Imron
0902055156


Bocah 6 Tahun Tewas di Dalam Safety Tank

Peristiwa ini terjadi sekitar 4 tahun yang lalu, tepatnya dikawasan Samarinda Ilir yang berada di Jl. P. Hidayahtullah. Peristiwa ini membuat heboh masyarakat yang berada dekat dengan tempat kejadian. Semua orang yang mengetahui peristiwa ini semula tidak menyangka hal ini akan dialami oleh anak yang baru berusia 6 tahu itu. Awal mula hal in I diketahui oleh salah satu anak kecil yang tidal lain teman bermain korban. Anak itu pulang kerumah dengan ekspresi ketakutan dan menghampiri orang tuanya, dengan perasaan cemas orang tua itu langsung bertanya kepada anaknya, “ kenapa kamu nak?” dengan bingung dan ketakutan anaknya menjawab dengan apa yang telah terjadi dan ia ketahui. Orang tua itu kaget dan shock mendengar penjelasan anaknya.
Tanpa pikir panjang orang tua itu langsung memberitahu orang tua korban yang saat itu juga sedang sibuk mencari anaknya (korban) yang beberapa jam tidak ada kabar dan belum pulang kerumah setelah pulang sekolah. Orang tua korban shock dan menagis histeris tidak percaya setelah mendengar dan mengetahui keterangan tersebut. Kemudian orang tua korban beserta keluarganya bergegas mendatang lokasi kejadian untuk menyelamatkan. Orang tua korban semakin histeris menangis karena anaknya terjatuh kedalam safety tank salah satu bangunan rumah yang belum jadi dibangun. Korban langsung diangkat dari saferty tank tersebut dan segera dilarikan ke rumah sakit. Tetapi usaha itu tidak ada hasil, korban tidak dapat terselamatkan. Menurut pemeriksaan dokter korban telah banyak menelan air kotor dan tenggelamm selama kurang lebih 1 jam di dalam Safety tank tersebut hingga tewas.
Dengan cepat kejadian itu terdengar  oleh beberapa wartawan, media dan satuan keamanan (polisi). Nmenurut saksi mata awalnya korban sedang bermain petak umpet bersama rekan sebayanya setelah pulang sekolah, kejadian itu terjadi sekitar pukul 16.00 Wita. Korban bersembunyi di sebuah bangunan rumah yang akan dibangun (dalam proses pengerjaan), tetapi saat itu salah satu temannya sempat menyuruh agar tidak bersembunyi ditempat itu, kemudian korban tidak mendengarkan temannya melarang. Setelah beberapa waktu berlalu permaianan usai temen-teman korban yang ikut bermain lupa dengan keberadaan korban hu saja yang ingat tetapi ia takut untuk memberitahu.


Future
                                                                                                                                                    Jumat, 4 mei 2012, Imron



Dhea Monika Khair
0902055160 

FENOMENA BOYBAND & GIRLBAND INDONESIA

            Seperti yang kita tahu, saat ini di Indonesia sedang marak di dunia musik khususnya dengan boyband/girlband yang jumlahnya tidaj dapat terhitung lagi. Setiap harinya ada saja boyband/girlband baru yang menghiasi layar kaca. Hal ini karena Indonesia banyak meniru serta mengadaptasi hal-hal yang berbau korea. Musik Indonesia saat ini sepertinya banyak berkiblat dengan negara tersebut. Mulai dari jenis musik, gaya menari hingga fashion yang hampir keseluruhan meniru para artis korea.
            Tidak hanya boyband/girlband Indonesia saja yang meniru gaya dan fashion para artis korea, para remaja saat ini juga banyak berkiblat pada korea khususnya dari segi fashion. Hal ini terjadi karena di Indonesia saat ini sedang terjadi demam korea baik karena lagunya hingga drama seri korea yang sering ditayangkan di beberapa televisi swasta di Indonesia.
            Bahkan saat ini boyband/girlband Indonesia tidak hanya berasal dari kalangan remaja dan dewasa saja tetapi juga anak-anak. Banyak sekali anak-anak yang masih sangat kecil sudah bisa beraksi di atas panggung dengan lincahnya. Jadi, dapat dikatakan fenomena boyband/girlband di Indonesia saat ini sangat digandrungi berbagai usia.



Ririn Indriani
0902055168 
“kegigihan seorang satpam”

Perjuangan seseorang demi mempertahankan hidup ada bermacam-macam. Diantaranya adalah memperoleh pengakuan di lingkungan social yang mayoritas menjadi rebutan di kalangan masyarakat. Seperti halnya dengan panutan kita yang satu ini. Sebut saja namanya La Sina. Demi memperoleh pendidikan dan melanjutkan cita-citanya dia rela bekerja membanting tulang untuk memenuhi kebutuhannya. Baginya saat it bersekolah merupakan prioritas utama. Karena dengan bersekolah ilmu pengetahuan, wawasan dan pengalamannya akan bertambah. Walaupun bersekolah merupakan sesuatu yang sulit pada masanya pada waktu it. Memperoleh buku saja merupakan suatu hal yang sudah sangat istimewa baginya. Apalagi bersekolah. Dahulu untuk mencukupi kebutuhannya dia harus bersekolah. Banyak pekerjaan yang dia lakoni. Diantaranya adalah menjadi seorang satpam. Tak pernah ia hiraukan tentang omongan-omongan orang yang selalu saja merendahkan dirinya. Baginya itu merupakan suatu motivasi baru untuk lebih bersemangat lagi dalam menyambung hidup. Karena yang ada dibenaknya pada saat itu adalah bersekolah. Dengan gaji yang minim tersebut dia sisihkan pula untuk memenuhi kebutukan sekolah dan kebutuhan pokoknya di rumah. Dia merupakan anak yang berbakti. Dia sadar bahwa dia tidak bias jikalau hanya mengharap dari bantuan orang tunya yang bekerja sebagai petani. Orang tuanya pun menanggung dan mencukupi kebutuhan adik-adiknya. Kegigihannya untuk tetap bersekolah dia tularkan kepada sahabat-sahabat dan adik-adiknya. Dia ingin bahwa semua orang terdekatnya bisa sukses dan mandiri seperti dia. Berkat kegigihannya sekarang dia menjabat menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. 

 


Kalmi Hartati
0902055171 

Cendol Manis Pendatang Keuntungan

Ingin cendol manis yang enak dan menyehatkan…..! Pilihan yang tepat adalah “Cendol Manis Mak Ira”

Sebagai pebisnis yang merintis usahanya dari hanya penjual cendol keliling dengan menggunakan sepeda ontel, ibu 5 anak ini tak pernah menyerah untuk terus menjalankan usahanya hingga bisa sebesar sekarang ini. Keuntungan yang diperolehya pun dapat terbilang ‘fantastis’, dari yang dulunya ia hanya memperoleh keuntungan bersih 100.000 perhari, namun kini ia bias memperoleh keuntungan hingga 10.000.000 perbulan.

Ia sangat bersyukur dengan berkembangnya usaha cendol manis miliknya tersebut, karena sebagai orang tua tunggal, ia dapat mensejahterakan kehidupan 5 orang anaknya tersebut dengan usaha cendol yang ia jalani sampai sekarang ini, pendidikan untuk anaknya pun dapat ia maksimalkan sehingga nantinya anak-anak nya dapat menjadi seorang yang sukses pula seperti dirinya.

Usaha mak ira kini sidah memiliki banyak cabang di berbagai kota, seperti Lombok, bali dan solo, sehingga jika para pembeli ingin menikmati cendol manis buatan mak ira tersebut dapat membelinya diberbagai outlet yang telah tersedia, atau dapat pula langsung datang kerumah mak ira di Jl. Cendana No. 30B solo dan akan langsung dilayani oleh mak ira atau dengan para pegawainya.



Ahmad Nurcholish
0902055173 
Gudeg Timur PKU

Sore itu pukul 14.20 WIB. Dari kejauhan tampak gerobak berwarna hijau nampak bergerak di Jalan K. H. Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Di dorong oleh Tanto (54) seorang laki-laki bertubuh kurus dengan hanya memakai celana pendek krem dan baju model polo berwarna abu-abu. Ia melenggang dari arah barat, kemudian merapatkan grobak berisi dagangan gudegnyanya di trotoar jalan.
Oleh: Nurcholish
Dengan cekatan Pak Tanto yang asli kelahiran Ngadinatan, Yogyakarta, mulai menata dagangan yang telah ia dan istrinya persiapkan dari rumah. Ayam, telur, tempe dan tahu yang dibacem ia tata kembali di sebuah baskom yang cukup besar. Ati yang dimasakareh. Daun singkong rebus. Krecek dan semur ia masukan ke dalam baskom berwarna abu-abu.
Tangannya lincah memilah berbagai jenis lauk pauk yang dimasak oleh istrinya, Titik (49). Setelah selesai menata makanan. Mengatur tikar yang ia letakan tepat di depan sebuah rumah. Ia kemudian menyalakan sabatang rokok sambil menunggu pelanggan yang datang.
Ridwan (22), adalah salah satu pelanggan Pak Tanto. “Harganya murah, rasanya juga mantep mas”, tuturnya sambil menikmati gudeg buatan Bu Titik.
Menurutnya dengan harga Rp. 6.000.00 cita rasa yang ditawarkan oleh sepiring lengkap nasi gudeg dengan lauk telur bacem tidak kalah dari gudeg yang dijual di toko-toko dengan harga selangit.
Awal mula
Pak Tanto bersama Bu Titik telah berjualan makanan khas Yogyakarta ini selama 25 tahun. Dari ketika Bu Titik masih bekerja sebagai pemasak gudeg untuk toko orang lain di daerah Serangan, pernah berjualan di sekitar SMA Gadjah Mada, pernah juga berjualan di dekat gedung PDHI Yogyakarta. Sampai akhirnya 10 tahun terakhir membuka warung gudegnya di timur rumah sakit PKU, Yogyakarta.
Selama berjualan di banyak tempat, hanya ketika di timur RS PKU inilah ia merasakan gudeg buatannya laris diburu pelanggan. Mulai dari karyawan RS PKU sampai dengan mahasiswa adalah pelanggan setianya.
Sebelum memilih untuk menjual gudeg,  Bu Titik pernah mencoba untuk berjualan bermacam-macam usaha. Sampai pada ketika ia memilih untuk menjual gudeg sebagai mata pencahariannya karena dirasa lebih mudah dalam proses pembuatannya dan lebih mnguntungkan.
Ibu dari empat orang anak ini, yaitu Franhadi (32), Ronang (30), Arif (23), dan Ayu (22), menjadikan gudeg sebagai penopang hidup keluarganya.
Pembuatan gudeg
Di rumah kontrakan kecilnya di darah Ngadinatan (barat RS PKU Yogyakarta), ia bersama satu orang pekerja dan terkadang di bantu anaknya mulai mengolah bahan-bahan gudeg pada pukul 08.00 dan selesai sekitar pukul 12.00. Bahan-bahan pembuat gudeg dan lauk pauknya sebenarnya sudah mulai dimasak pada hari sebelumnya, sehingga pada hari itu tinggal menanak nasi, merebus daun singkong, dan menyelesaikan memasak sayur gudeg yang telah dimulai hari sebelumnya.
Bahan utama pembuat sayur gudeg adalah nangka muda yang dimasak dengan gula jawa dan bahan-bahan lain. Proses pemasakan bu Titik hanya menggunakan anglo karena pembuatannya membutuhkan waktu yang lama dan lebih murah dalam penggunaan bahan bakar.
Dengan satu buah kompor di dalam rumah dan dua buah anglo di luar rumah, ia mengolah bahan-bahan menjadi racikan nasi gudeg yang nikmat. “Saya bisa memasak gudeg ya cuma belaja dari orangtua, sambil mencoba-coba sendiri”, katanya sambil membuka tutup baskom berisi baceman telur. Terdapat dua jenis gudeg Jogja. Yang pertama adalah gudeg kering. Gudeg ini relatif lebih tahan lama. Kemudian yang kedua adalah gudeg basah seperti yang sering di buat oleh Bu Titik.
Perjuangan hidup
Sekitar pukul 14.00 perjuangan yang sesungguhnya dimulai. Setelah memasukan semua barang dagangan ke grobak brwarna hijau Pak Tanto pun membawanya ke emperan trotoar di tepi jalan K. H. Ahmad Dahlan.
Pak Totok memilih untuk berjualan pada pukul 14.00 karena menurutnya sekitar waktu-waktu itulah banyak orang yang dihinggapi rasa lapar.
Memang belum saja Pak Totok mnyelesaikan menata tikar sudah datang beberapa pelanggan yang mndatangi.
“Dulu sebelum ibu kumat gulanya kalau siang juga kadang kesini”, kisah Pak Tanto menuturkan kondisi kesehatan Bu Titik yang sudah beberapa lama sakit.
Beberapa bulan lalu memang Bu Titik kerap keluar masuk rumah sakit karena pnyakit gulanya kambuh. Penyakit tersebut menyerang kakinya sehingga ia kesulitan untuk berjalan. Sehingga ia disarankan untuk banyak beristirahat dan hanya menemani Pak Tanto ketika malam dan itu pun tidak bisa terlalu lama.
Perjuangan hidup telah menjadikan mereka sosok yang kuat dan tabah menghadapi cobaan. Pak Totok hanya libur ketika badan terserang penyakit. Hal ini semata-mata karena ia takut para pelanggannya kecelik ketika menjumpai warungnya tutup.
“Dulu anak-anak ketika masih kecil sering saya bawa berjualan. Saya naikan ke grobak ketika berangkat”, ungkap Bu Titik sambil mengeluarkan air mata.
“Sebenarnya tidak tega tapi dirumah tidak ada yang menunggui”, lanjut Bu Titik.
Perjuangan untuk btahan hidup adalah sesuatu yang benar-bnar mreka pegang dalam hidupnya. Bagaimana ia harus jujur dalam menjalankan usaha dan bagaimana ia sedapat mungkin membantu orang lain yang sedang mendapat kesusahan.
Dalam benaknya, yang terpenting bukan semata-mata dirinya, tetapi adalah anak-anaknya. Bagaimana ia dan keluarga harus dapat tetap bertahan hidup berapapun hasil berjualan yang ia peroleh. Dapat menyekolahkan anak-anaknya dan berharap anak-anaknya menjadi orang yang berhasil adalah cita-cita yang telah terwujud meskipun tidak tersampai dengan sempurna.
Berapapun hasil yang ia peroleh, ia tetap mensyukurinya. Karena bekerja adalah bukan semata-mata bagaimana ia dapat menghasilkan uang dari nasi gudeg buatannya, namun juga bagaimana ia dapat membantu oranglain sedapat ia dapat membantu.
“Saya kadang kasihan mas melihat anak-anak yang tinggal jauh dari rumah. Mungkin mereka tidak punya cukup uang tapi mungkin lapr kepingin makan. Jadi saya enggan menaikan harga. Saya teringat anak saya”, pungkasnya sambil mengusap air mata. (gka)

 


Sonata B S Manurung
0902055181 

Ilkom Unmul Juga Bisa
Program Studi Tanpa Akreditasi, Dengan Mahasiswa Berprestasi

Universitas Mulawarman Samarinda. Awalnya, universitas ini bukanlah dambaan dari perempuan berdarah banjar itu. Sejatinya, Icha, begitu ia sering disapa, berkeinginan untuk menjadi mahasiswa UGM Yogyakarta.
            Lulusan SMA Patra Dharma Balikpapan ini bercita-cita menjadi seorang public relation. Sebab itu, ia mengambil jurusan Ilmu Komunikasi. Meskipun di Unmul jurusan ini belum terakreditasi, namun tidak mematahkan semangat Icha untuk terus mengembangkan potensinya. Perempuan 20 tahun ini sudah aktif mengikuti beberapa organisasi formal dan club dance semenjak di bangku sekolah. Saat menginjak perkuliahan di semester 3, ia kembali mengasah kemahiran berbahasa inggrisnya dengan mengikuti kursus di English Language Centre (ELC) Samarinda. Ia pun dapat dengan mudah menembus grade conversation 2 di tempat kursus tersebut.
"I don't wanna be a girl who can just selling appereance but skills," begitulah Icha menerangkan prinsip hidupnya saat di wawancarai kemarin. Terbukti, IP yang diperolehnya selalu di atas 3,30 setiap semesternya.
"Semester 5 kemarin saya coba-coba ikut test beasiswa study tour ke Amerika dari yayasan tempat kursus saya. Alhamdulillah banget saya bisa lolos semua tahap seleksinya," tutur perempuan berambut panjang ini. Icha menjadi satu-satunya mahasiswa Universitas Mulawarman yang berhasil mendapatkan beasiswa tersebut untuk tahun ini.
"Dari Samarinda yang lolos ada dua orang. Yang satunya lagi anak Stain. Kami bakal berangkat sekitar pertengahan bulan Agustus nanti," jelas Icha lagi. Sembari melakukan study tour, ia juga akan melaksanakan program KKN-nya di negeri Pamansam itu, tepatnya di kawasan Virginia.
Icha yang sedang sibuk-sibuknya menyusun proposal keberangkatannya itu juga masih mempunyai cita-cita lain. "InsyaAllah, kalo ada kesempatan saya juga kepengen ikut audisi Puteri Indonesia tahun depan," ucapnya tersenyum malu.

 


Diah Puji Rahayu
0902055183 

Si Cantik Pelaku Penggelapan Buku Tabungan Tetangga

Kecerdasan seorang wanita mencerminkan kemampuan intelektual di dalam dirinya. Akan tetapi lain halnya dengan wanita yang satu ini, kecerdasan yang dimilikinya mampu mempengaruhi tetangganya dengan cara berbuat jahat mengenai penggelapan buku tabungan tetangga. Aksinya ternyata di ketahui oleh polisi. Setelah diamankan dan kini mendekam di sel polsekta tenggarong. Pelaku penggelapan buku tabungan milik tetangga, mei-mei alias maisaroh (25) mengakui menyesali perbuatannya tersebut.
            Menurut mei-mei, dirinya dan pihak keluarga siap untuk bertanggung jawab dan mengganti kerugian yang dialami korban, Agnes (30) warga jl. Bukit biru, rt 05, kelurahan melayu tenggarong. Sebelum diamankan, mei-mei sapaannya bertemu dengan korban dan disaksikan oleh ketua Rt. Mei-mei telah meminta maaf atas perbuatan jahatnya.alasannya dikarenakan mengambil buku tabungan agnes karena terbelit hutang.
            Aksi kejahatan itu ternyata sudah direncanakan, awalnya korban menabung 25 juta, akan tetapi ditangan mei-mei menyisihkan 5 juta dan sisanya ia tabungkan.
            Sementara itu, dari pantauan polisi polsekta tenggarong, mei-mei tampak menjalani pemeriksaan oleh penyidik. Pelaku mengakui perbuatannya dan saat ini barang bukti berupa dua buah buku tabungan serta uang tunai sisa hasil kejahatan telah diamankan, jelas humas polsekta tenggarong, zainal.
            Aksi penggelapan yang dilakukan mei-mei dengan mengambil buku tabungan dari rumah agnes, sehari sebelum diamankan. Lalu pelaku menarik uang tunai 5juta dari BRI cabang timbau sebanyak 25 juta dari total uang yang ditarik dan di transfer mei-mei kwpada salah seorang keluarganya.

            Aksi mei-mei terungkap melalui kamera cctv yang terpasang di bank tempat pelaku menarik dana dari rekening korban. Korban tidak terima dan geram serta pihak hukum harus memproses secara seadil-adilnya.



Eva Marsteffy S
0902055184

SEMUA ADA WAKTUNYA

Eva Marsteffy S, seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Mulawarman, Samarinda. Ia memiliki teman yang bernama Rizki Fauziah, biasanya dipanggil Kiki. Ia seorang mahasiswa yang sekarang sedang mengejar S2-nya di salah satu perguruan tinggi di Nanggroe Aceh Darussalam. Mereka berteman dari tahun 2009 lalu. Awal pertemanan mereka berawal dari situs bloggaul.com. Mereka berdua sering bercakap-cakap via chat di blog mereka, sampai akhirnya mereka berdua menjadi dekat.
Tanpa melihat jarak yang terbentang di antara keduanya, mereka menjadi sahabat melalui dunia maya. Seiring waktu berjalan, mereka saling bertukar nomor handphone mereka dan hubungan mereka menjadi lebih intim. Curhat, melepas kebosanan, sekedar menyapa, begitulah yang setiap hari mereka lakukan.
Mereka masih sama-sama duduk di bangku kuliah. Biasanya ada terlintas di benak mahasiswa untuk mencoba beasiswa, baik yang di dalam maupun luar negeri. Kedua sahabat ini tentu termasuk di dalamnya. Mereka ingin mencoba beasiswa ke luar negeri. Kiki yang sudah menyelesaikan S1 hendak melanjutkan S2 di luar negeri dan Eva ingin mencoba beasiswa untuk golongan undergraduate karena belum lulus dari S1-nya.
Sebelumnya Eva sudah pernah mencoba salah satu dari beasiswa ke luar negeri, tapi hasilnya ia gagal. Kemudian ia pun mencoba kembali beasiswa yang lain, bersamaan dengan Kiki. Sayangnya, Eva kembali gagal. Di lain pihak, Kiki mendapatkan beasiswa tersebut. Namun suatu ketika mereka kembali bercakap-cakap via twitter. Awalnya mereka hanya mengobrol biasa, tapi kemudian arah pembicaraan berubah. “Hei,aku belum cerita ya, kalo aku lulus beasiswa ke Taiwan tapi gak bisa pergi?”, tulis Kiki di twitter. Eva pun seketika menjadi bingung dan membalas, “kok bisa? Padahal sudah dapat, kenapa gak jadi pergi?”. Katanya lagi “gak di kasih ijin sama ayah padahal aku sudah ikut preparation class 3 kali pertemuan”.
Kiki memang anak tunggal di keluarganya. Ia pernah cerita kalau memang dulu orangtuanya pun menunggu lama untuk punya anak sampai akhirnya ia lahir. “Jadi anak tunggal ada enak dan tidaknya. Bisa dapat apa saja yang diinginkan dan gak perlu repot berbagi karena hanya sendiri. Tapi sering terasa sepi dan juga repot karena orangtua jadi over protective”, ujar mahasiswa 25 tahun ini. Tidak mengherankan bila ayahnya tidak mengizinkannya pergi ke luar negeri seorang diri, bahkan waktu kuliah di NAD pun orangtuanya masih sering mengkhawatirkannya. Ia harus selalu menelepon orangtuanya setiap hari.
Eva pun hanya bisa bersimpati dengan keadaannya yang terbalik dengan sahabatnya. Kemudian Kiki menulis lagi “Kalau rejeki gak bakal kemana, kayak aku, sekalipun dapat, kalo emank belum rejeki ya gak bakal bisa pergi juga padahal aku udah kebayang bakal ke hongkong liat festival lentera terus juga nikmatin hidup di tempat asing.... hahaha udah ah!”. Walaupun berusaha tegar, tapi Eva tahu kalau Kiki sebenarnya masih sangat sedih karena hal tersebut. Eva pun membalas “ah ok ok~ stop! ^^ biar berlalu~ moga someday bakal ada kesempatan buat kita ngedapatin yang kita harapin ^^ #AMIN!”. Eva tidak tahu lagi apa yang bisa ditulisnya untuk menghibur sahabatnya itu. Hanya itu yang bisa ditulisnya saat itu. “Amin! Dan semoga itu memang yang terbaik! ^^”, balas Kiki lagi. Sampai di situ pembicaraan mereka.
Setiap orang pasti pernah bermimpi mendapatkan atau menjadi sesuatu dan berusaha untuk mewujudkannya. Ada yang bisa mendapatkannya, tapi ada pula yang tidak. Ada yang berusaha mencapainya, ada pula yang hanya bisa membayangkannya tanpa usaha untuk meraihnya. Ada yang bisa meraihnya dengan sekali mencoba, namun ada pula yang harus pontang panting jatuh berkali-kali baru mendapatkannya. Satu hal lagi, ada pula yang bisa mendapatkannya, namun justru pada akhirnya harus melepaskan mimpinya tersebut. Manusia boleh bermimpi untuk mendapatkan sesuatu, namun tetap Tuhan lah yang menentukan kapan kita bisa mendapatkannya.
Beranilah untuk bermimpi dan berusahalah untuk mewujudkannya. Segala sesuatunya sudah dipersiapkan oleh Tuhan, tinggal waktu yang berbicara.



Aghapeswadi Putri
0902055186 

Indahnya Berbagi Pendidikan

            Pendidikan adalah pilar kehidupan. Alangkah baiknya jika setiap anak bisa menerima pendidikan dengan kualitas yang baik.
Tidak bisa dipungkiri masalah pendidikan di negara kita masih berada dalam keabu-abuan yang belum bisa untuk dibanggakan secara global. Kurang meratanya lembaga-lembaga dan tenaga-tenaga pengajar berkualitas, juga  menjadi salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Namun, jika dikaji lebih dalam lagi, semua kembali membawa kita kepada permasalahn ekonomi bangsa.
            Uang dan pendidikan seakan-akan bersatu untuk meraih keuntungan semata. Bahkan pencitraan pendidikan Indonesia saat ini seolah-olah mengatakan “orang miskin tak pantas belajar”. Tak sadarkah kita ? Lantas apakah kita hanya berdiam diri melihat keironisan ini ? Lalu bagaimana nasib anak-anak dengan standar ekonomi keluarga yang berada di bawah rata-rata ?
            Keadaan ini ternyata menggugah hati seorang mahasiswi asal Kota Samarinda Kalimantan Timur, yang turut merasa perihatin dengan kondisi ini. Gadis berinisial (A.S.P) ini berusaha memberikan sumbangsihnya di dunia pendidikan, dengan memberikan jasa mengajar gratis kepada anak-anak, dengan ekonomi keluarga di bawah rata-rata yang ada di lingkungannya.
            Menjadi guru les gratis ini sudah dilakoninya selama 3 tahun terakhir. Menurutnya, “semua anak berhak untuk pintar dan mendapat hak yang sama” ujarnya. Harapan gadis ini hanyalah ingin berbagi kepada sesama, walaupun saat ini bukan materi yang bisa ia berikan. Bahkan ia bercita-cita untuk mendirikan sebuah yayasan murni berbasis pendidikan yang memang ada untuk memperbaiki pendidikan, tanpa ada batasan syarat apapun. Artinya memang ada untuk melayani masyarakat.
            Kegigihan dan kepedulian gadis ini kepada masyarakat patut diacungi jempol. Terus ingin berbagi tanpa memikirkan mencari keuntungan sedikit pun. Sekarang, mari kita bergandeng tangan untuk membangun kembali dunia pendidikan di Indonesia. Dimulai dengan menumbuhkan keniatan, dan bertanya pada hati nurani, apa yang bisa kita lakukan hari ini untuk hidup orang lain ? (agape)

 


Syarif Adi Putra
0902055190 

Sulastri sang pedagang minuman tradisional yang bercita-cita tinggi

Perempuan berusia 52 tahun ini adalah sosok seorang ibu yang mempunyai cita-cita tinggi untuk mendidik kedua anaknya. Kehidupan yang serba berkecukupan, tak membuat perempuan yang berprofesi sebagai penjual “Gado-gado” ini lupa akan pentingnya sebuah pendidikan. Sulastri, begitu sapaan dari para pelanggannya, walau hanya tamat Sekolah Dasar tak menutupi pikirannya untuk menyekolahkan anak-anaknya ke pendidikan yang tinggi.
Keinginan yang keras demi melihat anak-anaknya mendapat pendidikan yang layak dan mendapat sebuah ilmu yang akan menunjang pekerjaan adalah harapan besar untuk mewujudkan cita-citanya yang mulia tersebut.
Sedikit demi sedikit uang yang didapat dari bekerja dikumpulkannya. Dari uang itulah Sulastri dapat menyekolahkan kedua anaknya sampai ke perguruan tinggi. Kesadaran akan sebuah pendidikan yang utama membuat Sulastri banting tulang untuk mencukupi kebutuhan perkuliahan kedua anaknya yang dirasakannya memang sangat berat, namun Sulastri perempuan yang lahir di Nganjuk itu tak patah semangat, banyak tetangga-tetangganya yang mencibir keinginan keras Sulastri untuk menyekolahkan kedua anaknya ke pendidikan yang tinggi.
Kesulitan yang dialami bukan tak ada, biaya perkuliahan yang sekarang semakin tinggi membuat Sulastri sesekali hutang ke tetangganya untuk membayar biaya perkuliahan anak-anaknya. Sebuah perjuangan besar dan dibayar mahal oleh keberhasilan anak pertamanya yang berhasil lulus pada tahun 2006, harapan dan juga cita-cita tinggi oleh Sulastri masih menyisakan satu perjuangan besar yakni membiayai perkuliahan anaknya yang terakhir  yang masih di semester IV Universitas Mulawarman.
Kesuksesan dari sebuah perjuangan besar yang hanya dengan berjualan “Gado-gado” mampu mewujudkan cita-cita seorang Ibu, sekaligus untuk menyediakan pendidikan yang luar biasa untuk anak-anaknya. (SA)



Prasdianingrum
0902055191 

Rumah Gerobak

            Di tengah kota Bontang, Kalimantan Timur dengan pendapatan perkapita terbesar di Indonesia, ada sebuah pemandangan yang tidak menyejukkan mata dan seharusnya menjadi perhatian pemerintah kota. Di kota yang terkenal penghasil Gas dan Pupuk terbesar ini terdapat sebuah rumah gerobak.
            Yanto (45), ya Dialah pemilik rumah gerobak tersebut. Di gerobak berukuran 2 m x 1 m yang beratapkan terpal bekas dan beralaskan kardus inilah Yanto tinggal bersama seorang putrinya, Siti. Pendapatannya sebagai pemulung tidak mampu membeli sebuah rumah,”Jangankan membeli rumah menyewapun saya nda mampu.” tuturnya. Jadi, jika hendak mandi ataupun buang air Yanto dan putrinya menggunakan fasilitas umum seperti kamar mandi di mesjid-mesjid.
            Tak pernah sedikitpun Yanto meminta belas kasihan kepada orang lain, hari-harinya ia jalani dengan penuh semangat. Tak pernah ia mengeluh apalagi berputus asa. Pria separuh baya ini melakukan ini semua demi mencukupi kebutuhan putri semata wayangnya.
            Pria berkulit sawo matang ini bekerja mengumpulkan botol-botol plastik dan kardus. Setiap hari Yanto berkeliling mencari barang-barang tersebut dari tempat sampah yang satu ketempat sampah yang lainna dengan gerobaknya. Biasanya Yanto memulung dari pukul 6 pagi sampai pukul 5 sore, dan tidak jarang ketika hari sudah gelappun Yanto masih memulung. Pekerjaan ini ia lakoni dari pertengahan tahun 2005 hingga sekarang tahun 2012. Pada saat memulung pria berambut ikal ini selalu membawa putri kecilnya karena tidak ada tempat untuk meninggalkannya. Putrinyapun duduk di atas tumpukan-tumpukan boto-botol plastik dan kardus.
            Dari hasil memulungnya Yanto hanya mendapatkan lima belas ribu rupiah per hari. Uang itu hanya mampu memenuhi kebutuhan pangannya saja. Baginya seberapapun pendapatannya ia harus tetap bersyukur.
            Yanto memiliki harapan besar dikemudian hari, selain memiliki tempat tinggal Yanto juga berharap kelak dapat menyekolahkan Siti yang kini berusia 6 tahun. Anak satu-satunya ini harus menjadi orang yang sukses.
            “Saya ikhlas menajalani ini semua, saya tetap semangat bekerja agar kehidupan kami nantinya menjadi lebih baik.” Kata Yanto smbil memeluk Siti. Walaupun hanya menjadi pemulung dan tinggal di dalam sebuah gerobak, ia tetap semangat dan tidak merasa malu.





Ratu Citra S R
0902055192 

“ Tekad si Pemulung “

            Di tengah padatnya kota Samarinda yang merupakan ibukota Kalimantan Timur, dengan pendapatan perkapita cukup tinggi, masih terdapat penduduk yang tidak mampu.

            Salah satunya adalah Darsono (56) yang sehari-harinya bekerja sebagai pengumpul barang bekas, yakni botol-botol plastic. Setiap hari Darsono berkeliling mencari botol-botol bekas untuk dijual kembali ke pengepul barang bekas. Harga jualnya pun sangat rendah, botol-botol bekas tersebut dihargai Rp 1.500,- per kilonya.

            Dari hasilnya memulung, Darsono hanya mendapatkan Rp 25.000,- per hari. Uang tersebut dia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Dengan pendapatan tersebut tentu saja sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan 5 orang anaknya.

            Sementara istri Darsono, Kusmi (47) sehari-harinya bekerja sebagai tukang cuci di rumah tetangga dengan penghasilan rata-rata Rp 15.000,- per harinya.

            Walaupun dengan pendapatan yang sangat minim, dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya, mereka tetap bersyukur dan bertekad untuk bisa menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke perguruan tinggi.



Rukyah Wanulu
0902055195 
SENDAL BERBEDA

            Ada ada saja kejadian yang berbeda setiap harinya, andi  dan teman-temanya selama ada pertandingan euro mereka selalu menonton pertandigan bola bersama-sama, pada minggu malam  andi janjian dengan semua teman-temannya untuk nonton bola bersama di sebuah kafe yang sangat ramai dengan membawa pasagan masing-masing,  andi mulai bersiap-siap dan memilih milih baju yang igin dia pakai dengan cepat andi pun sudah selesai bersiap-siap dan buru-buru untuk menjemput kekasihnya yang sudah lama menunggu.  Dengan menggunakan sepeda motor andipun menjeput kekasihnya dan menuju kafe tersebut disana temen andi sudah menunggu sesampai disan temen andipun tertawa terbahak-bahak, andi bertanya penampilanku keren kan kata temen andi iya penampilanmu sangat keren dan berbeda. Kekasih andipun kaget melihat kekasihnya karena memakai sendal yang berbeda sehingga kekasihnya bilang, say kamu memakai sendal yang berbeda, andipun tertunduk malu karena teman-temannya menertawakan andi yang memakai sendal berbeda.




Lily Nur Tasliyah
0902055196 

Dibalik Kehidupan Perempuan Tambang

Perempuan adalah makhluk kedua setelah laki-laki itulah anggapan kebanyakan masyarakat sekarang. Budaya yag membawa perempuan makin terperosok dalam banyaknya diskriminasi. Dari masalah stereotype, beban ganda hingga kekerasan seksual masih banyak di alami oleh perempuan. Perempuan hanya menjadi upah murah bagi mereka yang bekerja menjadi buruh pabrik. Serta banyaknya iklan yang menanyangkan tentang seksualitas tubuh perempuan yang dijadikan sumber-sumber uang oleh kapitalisme.
Yanti adalah buruh pabrik tambang batu bara. Ia bekerja sebagai buruh serabutan utnuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan anaknya. Perjuangan beliau dengan sosok seorang ibu yang mampu menjadi kepala keluarga bagi keluarganya membuat saya kagum. Sebagai perempuan paruh baya, beliau mampu menafkahi keluarganya tanpa sosok laki-laki di sampingnya. Beliau mampu bekerja siang malam demi mencukupi kebutuhan, seperti halnya untuk makan sehari-hari beliu harus bekerja menggotong berkilo-kilo batu.
Sosok perempuan dan ibu seperti Yanti hanya bisa kita temui dikalangan menengah ke bawah bahkan keluarga-keluarga miskin yang tak mampu di jangkau oleh pemerintah. Beliau harus bekerja keras siang malam, sedangkan bantuan dari pemerintah saja tak mampu mensejahterakan keluarganya.
Kebutuhan tiap hari semakin mahal dengan adanya dampak globalisasi dan sistem kapitalisme, dimana uang masih sangat mendunia untuk melakukan hal apapun. Tapi bagi Yanti, beliau sendiri tidak pernah didengar oleh pemerintah. Bagaimana dengan nasib rakyat miskin di pedesaan? Dan di daerah sekitar pertambangan Samarinda? Sementara hampir seluruh bagian di Samarinda sudah dikepung oleh tambang-tambang batu bara. Mungkin benar istilh yang kaya semakin kaya dan miskin semakin melarat.
Perjuangan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya tidak hanya do lakukan dengan bekerja saja. Beliau juga sering mengikuti diskusi dengan sesame buruh bahkan mahasiswa karna beliau aktif dalam sebuah organisasi, yaitu Persatuan Pergerakkan Buruh Indonesia dan aktif juga dalam organisasi perempuan, yaitu Perempuan Mahardhika. Hak untuk berkehidupan layak, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak selalu di utarakannya pada setiap pertemuan-pertemuan, berdiskusi dan bahkan aksi turun kejalan, pada peringatan hari buruh yang lalu.
Sosok perempuan yang selalu memperjuangkan haknya, yang berusaha keluar dari ketidakadilan dan diskriminasi mampu menggugah utnuk terus belajar, berdiskusi dan berorganisasi. Agar nantinya tak ada lagi namanya diskriminasi atau ketidakadilan gender bagi perempuan. Perempuan harus memperjuangkan hak-kanya bahkan dalam hal berekpresi.



Yessi Paradina Sella
0902055199 
Sukses hak bersama

Pendidikan dan pengalaman adalah hal utama untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk pengusaha yang hanya tamatan SD ini. Ditemui dikediamannya selasa ( 5/3 ) yang megah dan nyaman. Sebut saja beliau Pak Haji Usup, siapa yang menyangka kalau sebelum menjadi pengusaha sukses seperti saat ini, beliau adalah seorang buruh panggul dipelabuhan kapal barang Jl. Yos sidarso yang sekarang menjadi juragan truk.
Beliau menceritakan betapa susahnya mencari pekerjaan dengan minimnya pendidikan di kota besar seperti samarinda. Pa haji menceritakan betapa susahnya kehidupan dahulunya, gaji buruh pada saat itu sangat jauh dari standard an itu juga harus dibagi lagi dengan sekelompok temannya sesama buruh. Gaji itu pula masih harus di potong oleh pihak pelabuhan agar dapat di berikan izin untuk dapat bekerja ditempat tersebut. Namun tidak sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan sebenarnya, apalagi untuk menafkahi istri serta anak-anaknya.
Gaji tersebut juga harus di atur sepintar-pintarnya untuk membayar sewa kontrak rumah yang dikatakannya hanya sebesar kamar mandinya sekarang ini. Diceritakan pula ketika beliau dulu menjadi buruh. Ia pernah mengangkut barang yang beratnya 10 kali lipat dari berat badannya sendirikarena ketidak sengajaannya barang tersebut jatuh menimopa tanganya yang mengakibatkan jari tangan kanannya harus diampoutasi. “ tidak memiliki jari bukan bearti saya tidak bisa bekerja ” ulas pengusaha satu ini.
Dengan kondisi seperti itu ia malah lebih terpacu untuk bekerja lebih keras lagi. Dibantu dengan istrinya yang turut mencari pendapatan dengan menjadi buruh cuci keliling. Kerja keras yang selama ini mereka lakukan membuahkan hasil. Selama masa sulit itu Pak Haji telah menabung sedikit demi sedikit untuk membeli sebuah truk dengan menyicil, akhirnya usaha tersebut berkembang seiring dengan usaha serta doa yang terus dipanjatkan.
Sekarang ini pak Haji telah memiliki 47 truk, 50 anak buah, 2 mobil mewah, 1 rumah mewah dan sekumpulan tanah yang ia miliki sekarang. Dan pada masa kejayaanya Pah haji bersama istri serta keluarganya bersama-sama berangkat haji. Beliau menuturkan “ Muda boleh susah, sudah tua jangan mau hidup susah ”.
Pesan terakhir dari pengusaha sukses satu ini adalah “ saya tidak menyepelekan urusan pendidikan, tapi tidak bearti minim pendidikan minim pula penghasilan. Semua bisa didapat dengan kerja keras, kejujuran dan terus berdoa ”. tutrnya





Junius Andria K
0902055201

Barokah Untuk Dosen Ilmu Komunikasi
                “Walau sedikit namun barokah.”
Demikian kalimat dosen ilmu komunikasi yang diam-diam saya kagumi. Bagaimana beliau mampu mengajari kami materi-materi kuliah komunikasi dengan mudah dan metode-metode pembelajaran yang jauh dari kata membosankan.
Pagi itu selepas menerima mata kuliah spesialisasi humas, dengan malu-malu saya mengajak beliau berincang-bincang mengenai kabar burung yang menyatakan beliau akan hengkang dari uniiversitas. Ada rasa yang kurang mantap di dada. Tentu saja saya merasa kurang berkenan menanyakan hal tersebut. Namun dengan sikap ramah beliau, akhirnya sekilas senyum terbit dan berliau menjawab segenap pertanyaan saya pagi itu.
“Ya saya memang pernah berkeinginan untuk pindah ke Sabah-Malaysia.Saya ingin melanjutkan pendidikan S3 dan menjadi dosen yang diperbantukan di sana. “
Sungguh tidak pernah mengira bila beliau sendiri mengamini kabar burung tersebut, yang sering kali menjadi bahan iseng mahasiswa untuk sekedar menggosipkan dosen.
Benar saja akan menjadi sebuah pertimbangan yang panjang. bila Malaysia mampu menggaji seorang dosen yang di perbantukan tujuh kali lipat dosen di Indonesia. Belum lagi ilmu pengetahuan yang kelak di dapatkan di salah satu universitas terbaik di Asia Tenggara tersebut. Medapat penawaran lezat di depan mata, siapakah yang tidak tergiur.
Selayaknya manusia biasa, mendengar tawaran tersebut membuat beliau tergiur. Beliau ingin melakukan pindah kerja karena hal tersebut.  Hanya di suatu sisi, beliau masih sangat menyayangi bangsanya sendiri, Indonesia sekali pun negera tetangga mampu membayarnya lebih banyak.
“Bagaimana saya akan pindah ke negeri tetangga, selagi di negeri saya tingga, kampus ini masih sangat membutuhkan saya, masih membutuhkan sosok pengajar. Saya akan merasa sangat bersalah bila melakukan kepindahan ke sana. Tidak apa-apa gaji sedikit yang penting barokah.”
Tak banyak pengajar yang rela menjual ilmunya di negeri-negeri tetangga dengan harga tinggi, dari pada menetap dan memberikan ilmu yang di milikinya kepada para pelajar. Namun sosok Hairunnissa menjadikan kita sebuah pelajaran, tak selamanya kepuasan harus berbentuk materi dan uang, melihat banyak pihak yang tertolong adalah sikap puas yang sesungguhnya. 



Asmadi sugianto
0902055037

Murah dan Menyenangkan , Belajar di Akademi Berbagi Samarinda

            Layaknya sebuah lembaga yang sudah mempunyai badan hakum, akademi berbagi yang notabenenya berstatus gerakan sosial rupanya mampu memfasilitasi masyarakat Samarinda untuk belajar secara murah dan menyenangkan. 
            Tidak sulit untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan, karena belajar itu tak mesti di bangku sekolah,kuliah. Cara akademi berbagi Samarinda mengelolah kelasnya pun tidak jauh berbeda dengann sekolah maupun lembaga yang menyediakan pendidikan formal. Ada kepala sekolah,gurudan murid atau peserta.
            Akademi berbagi Samarinda berdiri sejak bulan November tahun 2011. Berawal ketertarikan Asmadi mahasiswa  ilmu Komunikasi Universitas Mulawarma, yang betapa eksis dan konsistennya akademi barbagi pusat serta yang tersebar di 22 kota  di indonesia saat itu. Masukan bulan Maret baru enam kelas yang berhasil dilaksanakan, mulai tema Radio, Broadcasting, Internet dan teknik meraih beasiswa ke luar negeri dengan tingkat yang paling dasar .
Namun ada banyak hal yang membedakan antara lembaga formal dengan akademi berbagi. pertama, semua pengurusnya di kelola oleh para relawan, untuk di Samarinda memiliki tiga relawan, kedua guru yang mengisi di setiap pertemuan tidak pernah mendapatkan honor, murni bekerja dengan hati yang tulus Ketiga, ruangan yang selalu berpindah-pindah, pasalnya akademi berbagi Samarinda belum meminjamkan ruangan.
Menurut Asmadi kepala sekolah akademi berbagi Samarinda menyebutkan,kendala tersulit untuk mengadakan pertemuan adalah masalah tempat. Pasalnya untuk mendapat ruangan yang gratis itu perlu kesabaran dan perjuangan yang keras. Masih berharap kepala teman terdekat networking.
Apakah akademi berbagi Samarinda belum memyunyaikurikulum khusus untuk materi pengajaran. Semua materi sesuai ketersediaan guru lokal yang mau berbagi tampa mengharapkan imbalan. Ketika hal iru bertolak belakang dengan lembaga pendidikan formal, maka yangdiharapkan hanyalah ketertarikan minat dari seorang yang ahlidi bidangnya untuk mengisi setiap kelas di akademi berbagi Samarinda. Lama durasi yang dipakai kurang lebih dua jam lamanya, dilaksanakan setiap satu bulan sekali
            Semua peserta yang hadir di akademi berbagi Samarinda bebas biaya pendaftaran. Artinya segala sesuatu yang ada di akademi berbagi sifatnya gratis. Asmadi berharap dengan adanya sesuatu yang ada di akademi berbagi sifatnya gratis Asmadi berharap dengan adanya akademi berbagi di Samarinda bahwa belajar itu tak mesti mahal. Dengan biaya yang murah serta menyenangkan bertemu dengan teman baru, jelas tak pernah rugi belajar di akademi berbagi, karena “berbagi bikin happy”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar